kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bank masih hindari sektor pertambangan


Senin, 27 November 2017 / 16:45 WIB
Bank masih hindari sektor pertambangan


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kualitas kredit perbankan jelang akhir tahun 2017 mengalami perbaikan. Hingga Oktober, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross perbankan berada di level 2,96%. 

Setahun sebelumnya, Oktober 2016, NPL bank masih di kisaran 3,29%. 

Meski mengalami perbaikan secara keseluruhan, jika dilihat dari kinerja per sektor, NPL pertambangan dan penggalian justru menanjak dalam setahun terakhir.

OJK mencatat, per Oktober 2017 NPL sektor pertambangan dan penggalian berada di level paling tinggi sebesar 8,14% dibandingkan sektor ekonoi lain yang masih di bawah 5%.

Jumlah ini naik 116 basis poin (bps) secara tahunan alias naik 1,16% dari 6,98% di Oktober 2016. Alhasil, melihat risiko kredit yang masih menjulang tajam, perbankan pun mengerem untuk menyalurkan kredit ke sektor pertambangan dan penggalian.

Hal ini tercermin dari riset yang dilakukan OJK terhadap 7 bank sistemik (Domestic Systematicly Important Bank/DSIB) yang memperlihatkan kredit ke sektor ini menurun.

Meski tidak merinci secara detil, per 10 bulan pertama 2017, kredit pertambangan dan penggalian menurun 5,15% year on year. Sementara secara industri, statistik perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis oleh OJK per September 2017 juga mencatat kredit sektor ini turun 5,4% yoy menjadi Rp 110,10 triliun dari periode tahun sebelumnya Rp 116,08 triliun.

Padahal, harga komoditas menunjukan pertumbuhan secara terbatas. Lihat saja, sampai kuartal III 2017 harga batubara meningkat 17% sejalan dengan meningkatnya permintaan di China. Serta sentimen positif lewat proyek Bank Dunia yang memproyeksi harga minyak mentah akan meningkat di angka US$ 70/barel sampai dengan 2030. Alhasil OJK pun berharap kondisi ini dapat pulih agar perbaikan NPL di sektor ini mulai membaik.

"NPL gross masih cukup tinggi di sektor pertambangan kalau yang lain trennya terus menurun. Kita berharap harga komoditas dapat pulih di tahun depan sehingga perusahaan pertambangan kita bisa beroperasi lagi," ujar Deputi Komisioner Pengaturan dan Pengawasan Terintegrasi OJK Imansyah, di Jakarta, pekan lalu (24/11).

Meski begitu, sejumlah tetap menyatakan mengambil langkah konservatif dalam penyaluran kredit ke sektor pertambangan dan penggalian yang dinilai masih memiliki risiko kredit tinggi.

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) misalnya yang memilih menghindari sektor ini. "Dihindari saja (pertambangan dan penggalian) kebetulan NPL kami di sektor ini juga rendah, karena memang tidak banyak permintaan kreidt dan dari dulu dihindari," tutur Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja kepada Kontan.co.id, Senin (27/11).

Selain BCA, PT Bank Bukopin Tbk juga mengaku kapok bermain di sektor ini. Alasannya, Direktur Utama Bukopin Glen Glenardi bilang pihaknya mencatat NPL cukup besar di sektor ini. Sayang, Glen tidak hafal besaran NPL tersebut.

"Bukopin di sektor pertambangan menyumbang NPL yang lumayan, untuk itu Bukopin ke depan tidak bermain di sektor itu (pertambangan)," tandasnya.

Sementara bank swasta lainnya seperti PT Bank Panin Tbk menyebut memang mengaku tidak menyalurkan kredit ke sektor ini lantaran tidak sesuai dengan profil resiko perusahaan. "Panin memang tidak ada eksposur ke industri pertambangan," kata Direktur Utama Bank Panin Herwidayatmo.

Senada, Direktur Utama PT Bank Mayapada Internasional Tbk Hariyono Tjahjarijadi juga tidak memiliki portofolio kredit ke perusahaan pertambangan dan penggalian. "Kami tidak ada portofolio ke pertambangaan dan penggalian, yang ada untuk perdagangannya. NPL kami hampir merata di semua sektor dan umumnya kredit produktif perdagangan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×