kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45928,33   6,87   0.75%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini dampak kenaikan suku bunga The Fed menurut bankir


Rabu, 20 Juni 2018 / 15:01 WIB
Ini dampak kenaikan suku bunga The Fed menurut bankir
ILUSTRASI. Uang Rupiah


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pekan lalu (13/6), Federal Open Market Committee (FOMC) bank sentral Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk menaikkan kisaran target bunga acuan federal (fed fund rate/FFR) menjadi 1,75% hingga 2%.

Kenaikan suku bunga ini direspons oleh negara berkembang termasuk Indonesia. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam keterangan resminya mengatakan saat ini pihaknya bakal fokus pada kebijakan jangka pendek BI dalam memperkuat stabilitas ekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar rupiah.

"BI siap menempuh kebijakan lanjutan yang pre-emptive front loading, dan ahead the curve dalam menghadapi perkembangan baru arah kebijakan The Fed dan ECB pada RDG (rapat dewan gubernur) 27-28 Juni 2018 mendatang," tulisnya, Selasa (19/56).

Sementara itu, beberapa bankir yang dihubungi Kontan.co.id, menilai bank sentral dalam waktu dekat akan menaikkan tingkat suku bunga acuannya kembali. Setelah sempat naik 50 basis poin (bps) pada bulan Mei 2018 lalu menjadi 4,75%.

Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Anggoro Eko Cahyo mengatakan, langkah BI tahun ini dalam menaikkan suku bunga acuannya yakni BI 7-day reverse repo rate (7DRR) utamanya untuk mengimbangi kondisi ekonomi global saat ini.

"Jika BI konsisten dengan langkah-langkah pre-emptive maka diprediksi akan menaikkan suku bunga acuan (BI 7DRR) lebih lanjut, hingga akhir 2018 untuk mengimbangi kenaikan FFR," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (20/6).

Anggoro melanjutkan, tahun ini kenaikan FFR kemungkinan bakal naik tiga sampai empat kali. Adapun, sampai dengan pertengahan Juni 2018 FFR tercatat baru mengalami kenaikan selama dua kali. Dus, ruang BI rate untuk naik kembali masih terbuka.

Bank berlogo 46 ini menjelaskan, saat ini industri perbankan mayoritas sudah mengukur potensi kenaikan suku bunga acuan. Anggoro menyebut, dampak pertama yang akan terasa bila suku bunga acuan kembali naik, yakni biaya dana bank akan meningkat, dan nantinya akan berdampak pada suku bunga pinjaman (kredit) yang meningkat.

Hanya saja, BNI sejauh ini belum berencana untuk menaikkan tingkat suku bunga kredit dan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan tersebut. Alasannya, saat ini pertumbuhan kredit di perbankan masih belum stabil alias relatif melambat.

"Kami tidak secara langsung mentransmisikannya (kenaikan bunga acuan) pada kenaikan suku bunga kredit yang pada saat ini tren permintaan kredit relatif melambat. Juga tentunya bisa berdapak ke yang lain yaitu meningkatkan NPL (kredit macet)," imbuhnya.

Strategi ke depan, BNI bakal melakukan upaya efisiensi biaya, fokus pada dana murah alias current account and saving account (CASA) dan menjaga kualitas kredit.

Sebagai gambaran saja, sampai dengan April 2018 total penyaluran kredit BNI naik 11,46% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 412,79 triliun. Masih lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang tumbuh 10,8% yoy.

Selain BNI, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) turut menilai BI berkemungkinan besar akan menaikkan suku bunga acuan. Alhasil, kebijakan tersebut bakal berpengaruh terhadap kondisi perekonomian di Indonesia termasuk semakin cepatnya transmisi kenaikan suku bunga kredit di perbankan.

Direktur Keuangan BTN Iman Nugroho Soeko bilang, selain perbankan, industri pasar modal juga akan terkena imbas kenaikan FFR. Menurutnya, investor asing di pasar modal akan keluar untuk memperoleh yield yang meningkat di AS.

"Investor asing akan keluar, sehingga rupiah kembali tertekan. Pasti BI akan kembali menaikkan tingkat suku bunga acuannya," singkat Iman kepada Kontan.co.id, Selasa (19/6). Bank plat merah ini memproyeksi BI akan meningkatkan kembali suku bunga acuannya sebesar 25 bps pada RDG mendatang menjadi 5%.

Lain halnya dengan Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja, pihaknya menyebut kenaikan bunga acuan The Fed tak akan langsung memberi dampak pada pasar, terutama perbankan. Alasannya, saat ini BI dan pasar di Indonesia sudah mempersiapkan hal tersebut. Dus, perseroan memprediksi bunga kredit belum akan naik dalam waktu dekat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×