kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini penjelasan Modalku soal bunga fintech P2P lending lebih tinggi daripada bank


Kamis, 25 Januari 2018 / 19:03 WIB
Ini penjelasan Modalku soal bunga fintech P2P lending lebih tinggi daripada bank
Konpers Modalku


Reporter: Harry Muthahhari | Editor: Dessy Rosalina

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki tahun kedua beroperasi di Indonesia, grup PT. Mitrausaha Indonesia Grup atau Modalku telah berhasil menyalurkan pinjaman modal usaha sebesar Rp 1 triliun untuk lebih dari 2.000 UMKM di Indonesia, Singapura, dan Malaysia.

Di Indonesia sendiri, perusahaan tersebut telah menyalurkan Rp 540 miliar. Risiko Non Performing Loan juga mampu ditekan Modalku di angka 0,2%.

Menurut CEO Modalku Reynold Wijaya, angka NPL itu suatu saat akan naik lebih tinggi. "Bank aja yang risikonya lebih rendah bisa 2% kok," jelas Reynold pada Kamis (25/1).

Lebih lanjut, Reynold mengatakan pada umumnya perusahaan peer to peer lending (p2p lending) seperti Modalku tidak akan bisa bersaing dengan bank. Oleh karena itu pihaknya memosisikan diri layaknya pelengkap industri perbankan.

Hal itu dikatakan, karena segmen yang disasar Modalku umumnya adalah segmen UMKM yang belum bankable, namun dinilai mampu membayar tagihan pinjaman. Jika suatu saat pihak yang meminjam ke Modalku tersebut menjadi bankable, maka pihak tersebut sudah bukan lagi menjadi segmen Modalku.

Di sisi lain, karena debitur p2p lending memiliki risiko lebih tinggi, maka dari itu pula perusahaan p2p lending menetapkan bunga yang tinggi. Di Modalku saja, Reynold mengaku rata-rata bunga yang ditetapkan sekira 18% per tahunnya, sehingga tentu saja tidak layak jika diadu dengan bunga bank yang lebih murah.

"Kalau dibandingkan sama bank (bunganya) 9% ya gak bisa," jelasnya.

Sebab itu Reynold menegaskan, jika debitur merupakan pihak yang sudah bankable, maka tidak mungkin dia akan meminjam ke perusahaan p2p lending. "Anda kalau sudah bankable ngapain ke kita?," ujarnya seraya tertawa.

Perbedaan selanjutnya antara bank dengan p2p lending yakni terkait NPL. Perusahaan p2p lending jika nilai NPLnya tinggi, sebut 8% misalnya, dianggap Reynold masih aman. Ia mencontohkan jika dibandingkan dengan bank, dengan bunga deposito 4% dan bunga pinjaman 9%, maka NPL di angka 5% sudah berbahaya karena tidak ada ruang untuk laba.

NPL 8% dinilai aman karena jika investor berinvestasi di p2p lending, investor memiliki risiko kerugian. Sementara masyarakat yang menyimpan uangnya di bank dalam bentuk deposito, tidak memiliki risiko tersebut. "Kalau NPL tinggi dan investor rugi ya itu tanggungan investor," tegas Reynold.

Sejauh ini, 87% dari total pencairan Modalku berasal dari industri perdagangan, manufaktur, dan pelayanan. Portofolio sisanya tersebar di industri lain seperti konstruksi, kesehatan, food and beverage, dan pariwisata.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×