kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Permintaan produk industri stagnan, kredit modal kerja lesu


Rabu, 06 Juni 2018 / 21:00 WIB
Permintaan produk industri stagnan, kredit modal kerja lesu
ILUSTRASI. Pelayanan nasabah bank


Reporter: Yoliawan H | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat kredit modal kerja (KMK) per April 2018 naik 8,2% menjadi Rp 2.198,8 triliun. Pertumbuhan tersebut sedikit menurun karena pertumbuhan kredit modal kerja di Maret 2018 mampu tumbuh 8,4% yoy menjadi Rp 2.173,5 triliun. Adapun, pelemahan terjadi di industri pengolahan dan konstruksi.

Menanggapi kondisi tersebut, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance ( INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, penurunan KMK terjadi karena beberapa hal. Salah satunya karena pengusaha khususnya sektor ritel, perkebunan dan industri masih menahan ekspansi tahun ini.

“Dari sisi permintaan memang masih stagnan dengan growth ekonomi masih di kisaran 5% dan konsumsi rumah tangga hanya 4,9% di kuartal I 2018,” ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (6/6).

Bhima menambahkan, perlambatan permintaan juga didasarkan pada kinerja ekspor non migas yang anjlok di kuartal I-2018 khususnya untuk produk unggulan. Ekspor CPO turun 17% yoy, kemudian ekspor karet juga turun. Harga komoditas efeknya juga terkoreksi menyebabkan outlook pengusaha agak berhati hati untuk mengambil kredit baru.

Secara spesifik di kuartal I-2018, beberapa industri memang mengalami penurunan produksi seperti industri komputer, barang elektronik dan optik turun 13,36% yoy. Industri kertas dan barang dari kertas, turun 11,24% yoy. Industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, turun 8,50% yoy.

“Industri peralatan listrik, turun 4,43% yoy serta jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan, turun 2,32% yoy,” ujar Bhima.

Menurutnya, pelaku usaha agak mengerem kredit karena memasuki bulan Ramadan dan Lebaran ditambah efek cuti Lebaran yang lebih panjang. Karena produksi menurun, inventory juga berkurang. Pasca Lebaran, harapannya KMK kembali naik untuk tambah pasokan bahan baku.

Pun, ekspektasi pelaku usaha terhadap kenaikan bunga acuan menjadi salah satu faktor sehingga dikhawatirkan bunga kredit perbankan khususnya yang floating rate naik bertahap. Resiko ini berimbas pada mahalnya cost of fund pengusaha untuk mengambil KMK.

KMK melambat juga karena resiko eksternal salah satunya karena pelemahan kurs rupiah berpengaruh pada bengkaknya biaya impor bahan baku produksi. Ongkos logistik juga menjadi lebih mahal terutama bagi perusahaan yang bergerak di ekspor impor.

“Iya tantangan pertumbuhan kredit jadi lebih berat tahun ini. Jadi selain tergantung bunga acuan juga diharapkan kondisi ekonomi segera membaik karena kredit bergantung dari kinerja ekonomi domestik. Tahun 2019 harapannya bisa lebih cerah growth KMK nya,” tutup Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×