kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI berencana aktifkan kembali SBI, ini kata para pengamat


Kamis, 19 Juli 2018 / 19:49 WIB
BI berencana aktifkan kembali SBI, ini kata para pengamat
ILUSTRASI. Logo Bank Indonesia (BI)


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fokus kebijakan Bank Indonesia (BI) pada stabilitas ekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar rupiah, mulai membuahkan hasil dengan kembali masuknya arus modal asing dan arus modal keluar yang lebih tenang.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) mengemukakan, bahwa akan meningkatkan daya tarik investor dari aspek-aspek lain, yakni dengan reaktivasi (mengaktifkan kembali) penerbitan sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk tenor 9 dan 12 bulan dan mengeluarkan benchmark di pasar uang overnight yang dasarnya transaksi untuk menentukan suku bunga. Instrumen ini dinamakan “Indonia”.

Project Consultant Asian Development Bank (ADB) Institute Eric Sugandi mengatakan, kedua hal ini bisa saja memperdalam pasar keuangan. Namun, sesungguhnya ada opsi lain selain reaktivasi SBI.

“Mungkin perlu pertimbangkan apakah sebaiknya reaktivasi SBI atau Kemkeu keluarkan lebih banyak SPN tenor di bawah 1 tahun,” kata Eric kepada Kontan.co.id, Kamis (19/7).

Di sisi lain, Ekonom BCA David Sumual menilai bahwa reaktivasi SBI sendiri merupakan instrumen yang bagus untuk arus modal masuk lebih ramai lagi. “Bagus ini. Supaya lebih likuid soalnya tradable,” ujarnya.

Asal tahu saja, pada Agustus 2017 BI sendiri telah berhenti menerbitkan SBI tenor 12 bulan dan sebagai gantinya adalah Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dan Term Deposit. Perbedaaan SDBI dengan SBI adalah, SDBI pembelinya domestik sementara SBI bisa domestik dan asing.

Sementara itu, terkait instrumen “Indonia”, David mengatakan bahwa hal ini juga menarik bagi investor. Sebab, bila yang dasarnya quotasi ini diubah jadi transaksi, maka akan mencerminkan kondisi pasar.

“Meski demikian, kita harus lihat best practice di negara lain. Namun, tentu tergantung kondisi negara masing-masing pasnya seperti apa dalam hal ini,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×