kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom: Blue print ekonomi digital mendesak


Minggu, 20 Agustus 2017 / 18:08 WIB
Ekonom: Blue print ekonomi digital mendesak


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - Pertumbuhan ekonomi Indonesia Indonesia hingga kuartal II tahun ini mengalami perlambatan, tercatat di kisaran 5,01%. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,18%.

Kondisi tersebut dinilai akibat terjadinya terjadinya perlambatan di sektor konsumsi masyarakat yang hanya mencapai 4,95%, kurang dari capaian ideal, yakni minimal 5%. Padahal di kuartal II ada momen Ramadan dan Idul Fitri yang biasanya bisa mendongkrak konsumsi rumah tangga lebih tinggi dari kuartal I dan III.

Seolah kurang percaya jika konsumsi masyarakat melemah, sejumlah pakar ekonomi menyelidiki fenomena ini. Beberapa di antaranya berpendapat adanya perubahan atau shifting ekonomi ke ara digital sedang terjadi di Indonesia. Kondisi tersebut menyebabkan pola konsumsi masyarakat mulai begeser ke belanja online.

Direktur Institute for Development of Economics and Finnace (Indef), Enny Sri Hartati mengatakan, tidak semua potensi konsumsi masyarakat selama ini tercermin karena adanya shifting ke digital ekonomi. “Tak hanya konsumsi, bahkan produksi maupun juga distribusi mulai masuk ke era digital ekonomi,” tuturnya pada KONTAN beberapa waktu lalu.

Menurut Enny, baik Badan Pusat Statistik (BPS) maupun instrumen pemerintah harus segera mengakomodasi dinamika shifting yang berkembang di masyarakat ini. Pasalnya, selama ini, transaksi maupun perdagangan online, lewat e-commerce maupun sosial media belum terekam jelas datanya secara statistik. “Sebenarnya kontribusi dari belanja via digital ini kan berapa porsinya kita belum tau. Karena selama ini belum ada sistem yang bisa meng-capture transaksi tersebut,” terang Enny.

Ia menegaskan, pemerintah perlu mengupayakan adanya instrumen tersebut untuk kepentingan akurasi dalam menghitung pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, apabila perubahan ini tidak disikapi segera oleh pemerintah, implikasinya berdampak pada adanya potential lost dalam penerimaan negara. Selama transaksi belum terdata jelas dan pasti, maka tidak bisa juga dihitung secara akuntansinya.

“Misalnya transportasi online, e-commerce dan sebagainya, belum ada kontribusi terhadap penerimaan pajak kita. Sehingga, hal ini yang memungkinkan pemerintah untuk harus segera membuat blue print ekonomi digital, termasuk pencatatannya seperti apa, bagaimana langsung membuat link seluruh transaksi digital. Seperti India kan seluruh transaksi digital berhubungan langsung dengan satu sistem, sehingga bisa terekam,” pungkas Enny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×