kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom: Pertumbuhan ekonomi Indonesia harus 7% untuk keluar dari middle income trap.


Rabu, 08 Agustus 2018 / 17:49 WIB
Ekonom: Pertumbuhan ekonomi Indonesia harus 7% untuk keluar dari middle income trap.
ILUSTRASI. ilustrasi kegiatan pembangunan


Reporter: Patricius Dewo | Editor: Agung Jatmiko

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bapennas mengklaim Indonesia bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (midle income trap) meskipun rata-rata pertumbuhan ekonomi hanya 5,1% pada tahun 2038. Namun disisi lain ekonom menganalisa dengan rata-rata pertumbuhan tersebut Indonesia baru akan keluar dari midle income trap di tahun 2042.

Bhima Yudhistira, Ekonom INDEF memprediksikan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebesar 5%, Indonesia baru akan keluar dari midle income trap pada tahun 2042. Pasalnya bila ingin keluar dari midle income trap pada tahun 2038, Indonesia minimal harus mempunyai pertumbuhan ekonomi sebesar 6%.

"Kalau estimasi dengan pertumbuhan rata-rata 5%, saya justru tahun 2042 kita baru keluar menjadi high income countries. Jika Tahun 2038 targetnya maka butuh rata-rata pertumbuhan 6%," ujar Bhima pada Kontan.co.id. Rabu (8/8).

Ia menyatakan, kunci untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia ada di sektor industri manufaktur. Karena kontribusi industri manufaktur mencapai 20% dari produk domestik bruto (PDB) dan sebesar 14,1% dari total serapan tenaga kerja.

"Jika sektor industri manufakturnya tumbuh diatas pertumbuhan ekonomi serapan tenaga kerja akan naik, pendapatan per kapita masyarakat akan berkualitas. Kita sekarang menghadapi fenomena deindustrialisasi dini, terlalu cepat sektor industri manufaktur sunset sehingga lapangan pekerjaan tidak banyak tersedia," kata Bhima

Ia menyarankan agar Pemerintah mampu dorong industri manufaktur dengan memperkuat inovasi di sektor industri, upgrading skill tenaga kerja, dan berikan insentif perpajakan yang fokus ke sektor berorientasi ekspor.

Sementara itu, Ekonom Permata Bank, Josua Pardede berpendapat, untuk keluar dari middle income trap, pendapatan perkapita Indonesia harus mencapai sekitar US$ 12.000 dalam kurun waktu 2016-2045, sedangkan tahun lalu pendapatan perkapita Indonesia baru mencapai US$ 3.878. Maka diperkirakan Indonesia akan dapat keluar dari middle income trap pada tahun 2038 .

"Jika mengasumsikan skenario baseline rata-rata pertumbuhan 5,1% per tahun maka diperkirakan akan dapat keluar dari middle income trap pada tahun 2038 dan diperkirakan akan menjadi negara dengan PDB terbesar ke-8 pada tahun 2045," kata Josua.

Selanjutya, ia bilang asumsi tersebut berdasarkan pada kondisi gejolak ekonomi global masih berpengaruh besar. Oleh karena itu untuk mencapai pertumbuhan yang berkesinambungan, tinggi dan berkualitas, maka pemerintah perlu mendorong kebijakan struktural dalam rangka mendorong peningkatan produktivitas.

Dalam rangka mendorong peningkatan produktivitas, pemerintah perlu memperkuat sektor industri sehingga dapat mendorong perbaikan struktur neraca perdagangan dan pola penyerapan tenaga kerja yang pada akhirnya akan mendorong peningkatan pendapatan per kapita.

Selain itu, pemerintah perlu secara berkelanjutan mempercepat pembangunan infrastruktur, mendorong kemandirian pangan serta mendorong peningkatan sumber daya manusia (SDM).

Dalam rangka meningkatkan SDM Indonesia, maka pemerintah perlu meningkatkan kapasitas dan kompetensi SDM yakni dengan reformasi pendidikan dan pelatihan tenaga kerja menjadi pelatihan vokasi yang berbasis pekerjaan.

"Jadi pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas ekonomi perlu tumbuh seiring untuk mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan sehingga pada akhirnya dapat mengatasi middle income trap," kata Josua.

Eric Sugandi, Project Consultant Asian Development Bank, mengatakan bukannya Indonesia tidak mungkin bisa lolos dari middle income trap, tetapi akan berat kalau pertumbuhan ekonomoi hanya di 5%. Idealnya pertumbuhannya harus lebih tinggi dari itu, misalkan di kisaran 6% - 7% agar daya dorong untuk lepas dari middle income trap lebih besar.

Eric menyatakan bahwa middle income trap terjadi ketika upah buruh tidak lagi murah, dan tenaga kerja yang sulit berpindah ke sektor yang value added-nya tinggi karena tidak punya skill yang dibutuhkan, dan industri di negara yang bersangkutan tidak punya value added yang cukup tinggi sehingga daya saingnya di pasar internasional turun.

Eric juga menambahkan, hal paling utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah memperbaiki SDM dengan melakukan perluasan sebaran pendidikan untuk generasi muda dan peningkatan kualitas pendidikan yang bukan hanya pendidikan formal, tapi juga pendidikan vokasional dan training soft skill seperti kemampuan bahasa asing dan peningkatan research and development untuk dukung industri domestik dengan value added yg tinggi.

"Pemerintah bisa dorong pendidikan vokasional, dorong kerjasama riset antar perguruan tinggi dan swasta, dan berikan subsidi untuk penelitian dan pengembangan (R&D) . Selama ini konsepnya sudah ada, tinggal implementasinya saja," kata Eric.

Terakhir, Direktur CORE, Muhammad Faisal menambahkan bila pertumbuhan di Indonesia masih diangka 5% dan tidak ada percepatan ke depan hingga minimal 7% kemungkinan besar indonesia akan masuk dalam jebakan middle income.

"Masalahnya momentum untuk mendorong pertunbuhan justru sekarang selama bonus demografi masih dinikmati. Kalau sudah lewat momen ini, akan lebih sukar untuk mendorong pertumbuhan lebih tinggi," ujar Faisal.

Faisal juga menyarankan supaya Indonesia tidak terjebak dalam midle income trap, pemerintah mesti melakukan percepatan pertunbuhan industri melalui revitalisasi industri manufaktur yang saat ini daya saingnya masih lemah baik di pasar dalam negeri maupun di luar negeri. Selain itu Industri manufaktur harus tumbuh di atas pertumbuhan PDB nasional bahkan harusnya tumbuh dua digit agar bisa mengerek pertumbuhan nasional ke atas 7%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×