kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemdag diminta evaluasi importasi ban raksasa


Selasa, 23 Mei 2017 / 15:58 WIB
Kemdag diminta evaluasi importasi ban raksasa


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Bukan hanya pasokan dan harga pangan saja yang diminta untuk diperhatikan oleh pemerintah. Perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan, perkebunan dan pelabuhan juga meminta pemerintah untuk memperhatikan pasokan ban untuk kendaraan operasional mereka.

Pasalnya, saat ini terjadi kelangkaan ban ukuran raksasa untuk kendaraan operasional di sektor-sektor tersebut. “Kalaupun ada, harganya naik sekitar 10% dari normal, pedagang memanfaatkan kelangkaan ini,” ujar Dinas Sebayang, Managing Director PT Lancarjaya Mitra Abadi (Elma Group).

Elma Group merupakan grup perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan sumber daya alam seperti pelayanan pada pertambangan batubara, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur seperti membangun jalan dan jembatan.

Hal senada diungkapkan oleh Hasan Tan, pengusaha transportasi di tambang batubara. Menurutnya kelangkaan ban yang saat ini mengakibatkan pelaku usaha harus menanggung beban biaya yang semakin mahal. Padahal, kata dia, industri batubara saat ini baru mulai siuman setelah mengalami kejatuhan dalam lima tahun terakhir.

“Untuk itu kami meminta pemerintah memberikan solusi, sehingga ban yang dibutuhkan dapat segera tersedia di pasar dengan harga kompetitif,” katanya.

Kelangkaan ban impor jenis radial yang berukuran raksasa (giant tire) atau berdiameter 2-3 meter ini terjadi setelah pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemdag) mengeluarkan Permendag 77/2016 yang berlaku mulai 1 Januari 2017.

Dalam aturan itu, importansi ban harus dilakukan melalui sejumlah tahapan. Tahap pertama, importir harus mendapatkan rekomendasi dimana salah satu persyaratannya adalah surat penunjukan dari pemegang merek yang diakui oleh Trade Attache di KBRI negara tersebut. 

Tahap berikutnya, importir memiliki surat persetujuan impor dari Kemendag dengan membawa surat rekomendasi dari Kemenperin. Selanjutnya, importir melakukan laporan surveyor melalui KSO yang ditunjuk oleh Kemdag.

Dalam pelaksanaannya, impor ban hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) atau perusahaan pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API-U) yang telah mendapatkan persetujuan impor dari menteri.

Selain itu, impor ban hanya bisa dilakukan jika ban impor dipergunakan sebagai penunjang atau melengkapi proses produksi.

Rudy Josano, Bendahara Gabungan Importir dan Pedagang Ban Indonesia (Gimpabi) pun mengakui bahwa dampak dari Permendag tersebut cukup besar bagi pelaku usaha. Bukan cuma importir ban, tetapi juga sektor-sektor usaha lainnya, seperti pertambangan, perkebunan, pelabuhan dan lainnya yang merupakan sektor yang berkontribusi besar terhadap perekonomian.

Saat pembuatan aturan tersebut Gimpabi mengaku tidak dilibatkan, sehingga Kementerian Perdagangan tidak mengetahui dampak dari aturan tersebut. Untuk itu, ia berharap Kemdag melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang dikeluarkannya itu.

Sebab kata dia, ban impor untuk kendaraan pertambangan, pelabuhan, dan perkebunan pangsa pasarnya sangat kecil, yakni 5-10%, sehingga tidak ekonomis untuk diproduksi di Indonesia.

Menurutnya dengan adanya Permendag tersebut menambah birokrasi dan menambah beban biaya. Padahal, kata dia, seharusnya aturan baru tidak boleh mempersulit dan menambah beban pengusaha.

“Sekarang yang punya stok ban mungkin akan senang karena harga naik, tapi akan berapa lama, cuma sebulan, setelah itu stok habis, mereka tidak bisa usaha lagi. Lalu bagaimana dengan industri pemakainya seperti tambang, akan beli dari mana? Itu pertanyaannya,” keluhnya.

Dinas Sebayang menambahkan, karena sulit mendapatkan pasokan ban, pihaknya mengakali dengan melakukan berbagai cara, salah satunya dengan rekondisi ban. “Kami juga akali dengan pakai ban depan untuk belakang, padahal di regulasi tambang itu tidak boleh. Tapi kondisi seperti ini regulasi itu sedikit kami langgar,” katanya.

Menurutnya, setiap bulan, perusahaannya itu membutuhkan sekitar 400 ban hanya untuk kendaraan sektor tambang. “Sekarang ini industri tambang sedang bagus, tapi kami tidak bisa nge-gas cuma karena kendaraan kami terkendala ban,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×