kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemkop UKM:  Pemangkasan pajak final UKM dan koperasi segera diberlakukan


Senin, 04 Juni 2018 / 18:58 WIB
Kemkop UKM:  Pemangkasan pajak final UKM dan koperasi segera diberlakukan
ILUSTRASI. Pemangkasan Pajak Final UKM dan Koperasi Segera Diberlakukan


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) final untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang beromzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun termasuk koperasi menjadi tinggal 0,5 % atas omzet segera diberlakukan.

"Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)-nya sudah sampai pada tahap akhir. Jadi dari berbagai rapat harmonisasi yang diikuti oleh beberapa instansi seperti Kementerian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Ditjen Pajak, Kementerian Koperasi dan UKM serta Asosiasi UMKM, tarif PPh final baru yang dinyatakan dalam RPP adalah sebesar 0,5 %," kata Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM (Kemkop UKM) Yuana Sutyowati Barnas dalam keterangan tertulis, Senin (4/6/).

Sebelumnya, Kemkop UKM melalui surat Menteri Koperasi dan UKM RI pada 2017 mengusulkan agar tarif PPh final melalui PP nomor 46 tahun 2013 yang dinilai masih memberatkan dapat diturunkan menjadi 0,25 %. Revisi tersebut telah disepakati dan tinggal menunggu tanda tangan Presiden sehingga kemungkinan dapat diberlakukan dalam waktu dekat.

"Nantinya akan ada perubahan signifikan dalam aturan tersebut, di antaranya penurunan tarif PPh final dari 1% menjadi 0,5% atas omzet. Kedua, penerapan PPh final berbatas waktu," katanya.

Yuana menyatakan, pada RPP itu juga disebutkan ada kebijakan batas waktu (sunset clause) bagi wajib pajak (WP) yang menggunakan tarif final ini, yakni empat tahun untuk WP badan tertentu (koperasi, CV, dan firma), tiga tahun untuk WP Badan Perseroan Terbatas (PT), dan tujuh tahun untuk WP perorangan.

RPP tersebut juga memberikan keleluasaan bagi UMKM yang merugi untuk menggunakan mekanisme pajak normal dengan melaporkan laporan keuangan pada saat pelaporan SPT Tahunan (mekanisme kompensasi kerugian selama 5 tahun).

Namun, untuk tahun-tahun selanjutnya UMKM yang bersangkutan harus konsisten menggunakan tarif pajak normal. Yuana tak menampik bahwa adanya sunset clause akan menuai berbagai tanggapan, terutama dari pelaku UMKM.

“Ini semangatnya positif. Dalam arti, diberi waktu dan pada akhirnya UMKM secara bertahap diharapkan memiliki kemampuan untuk melakukan pencatatan keuangan sesuai standar akuntansi. Sistem pembukuan merupakan salah satu needs untuk peningkatan kinerja UMKM.” tegas Yuana.

Di sisi lain, Yuana menyatakan bahwa dengan diberlakukannya sunset clause, diharapkan pemerintah dapat mendukung melalui pelatihan dan pendampingan UMKM dalam penyusunan laporan keuangan, serta advokasi dan pemahaman kewajiban membayar pajak.

Yuana bilang batas waktu (sunset clause) memberikan kebebasan UMKM untuk memilih sistem pajak final atau normal. Selama masa sunset clause, pemerintah secara paralel juga selayaknya melaksanakan pelatihan dan pendampingan dengan dukungan APBN dan APBD. Program tersebut diharapkan dapat meningkatkan kontribusi pembayaran pajak dari UMKM.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada 2016 jumlah UMKM di Indonesia mencapai 59,7 juta yang didominasi oleh pelaku usaha mikro. Yuana mengharapkan peningkatan sinergi antarinstansi terkait di tingkat pusat maupun daerah untuk peningkatan kapasitas SDM UMKM di bidang administrasi dan pembukuan, serta kesadaran untuk membayar pajak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×