kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Muncul lagi, Pajak minta laporan transaksi kartu kredit dari bank


Kamis, 01 Februari 2018 / 22:27 WIB
Muncul lagi, Pajak minta laporan transaksi kartu kredit dari bank
ILUSTRASI. Ilustrasi Kartu Kredit


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 228/PMK.03/2017 kembali meminta perbankan untuk menyerahkan data-data transaksi kartu kredit ke pemerintah.

Sebelumnya, Ditjen Pajak memastikan tak akan meminta perbankan untuk menyerahkan data-data transaksi kartu kredit ke pemerintah. Namun kini, dalam beleid yang diundangkan 29 Desember 2017 itu menyebutkan, PMK 39/2016 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, kecuali tanggal penyampaian pertama kali yang tercantum dalam lampiran.

Adapun dalam lampirannya, aturan ini mencantumkan 23 Bank/Lembaga Penyelenggara Kartu Kredit yang wajib melaporkan itu. Bank/Lembaga Penyelenggara Kartu Kredit itu meliputi Pan Indonesia Bank, Ltd. Tbk, Bank ANZ Indonesia, Bank Bukopin, Bank Central Asia, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon Indonesia, Bank MNC Internasional, Bank ICBC Indonesia, Bank Maybank Indonesia.

Selain itu, Bank Mandiri, Bank Mega, Bank Negara Indonesia Syariah, Bank OCBC NISP, Bank Permata, Bank Rakyat Indonesia, Bank Sinarmas, Bank UOB Indonesia, Standard Chartered Bank, The Hongkong & Shanghai Banking Corp., Bank QNB Indonesia, Citibank, dan AEON Credit Services.

Rincian jenis data dan informasi yang diminta ialah Data Transaksi Nasabah Kartu Kredit, yang paling sedikit memuat nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID merchant, nama merchant, nama pemilik kartu, alamat pemilik kartu, Nomor Induk Kependudukan (NIK) Nomor paspor pemilik kartu, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemilik kartu, bulan tagihan, tanggal transaksi, rincian transaksi, nilai transaksi, dan pagu kredit.

General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Martha mengatakan, dirinya sudah mendengar tentang hal ini tapi belum mendapatkan konfirmasi dari pemerintah.

“Peraturan menteri keuangan No 228 yang katanya menggantikan PMK No 39 soal permintaan data transaksi kartu kredit. Yang No 39 di-suspend bukan di cabut,” ujarnya kepada KONTAN, Kamis (1/2).

Direktur Pelayanan dan Penyuluhan (P2) Humas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama bilang, pihaknya belum bisa memberikan keterangan terkait ketentuan yang ada dalam PMK itu, “Kami diskusi dulu internal. Besok akan disampaikan,” katanya.

Akhir Maret tahun lalu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kemkeu Ken Dwijugiasteadi mengatakan, pihaknya tak lagi tertarik dengan data kartu kredit. Menurutnya, data itu tak sepenuhnya mencerminkan penghasilan masyarakat sehingga tak akurat jika dijadikan sebagai data pembanding penghasilan yang selama ini dilaporkan wajib pajak.

"Kenapa saya tidak tertarik karena itu utang, bukan penghasilan. Kan ada plafonnya. Misalnya, saya beli barang Rp 50 juta, apa gaji saya segitu? Kan tidak juga," kata Ken.

Dengan demikian, saat itu DJP menunda pemberlakuan aturan ini. Selain tidak akurat, permintaan data transaksi kartu kredit diakuinya akan menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.

Oleh karena itu, Ditjen Pajak menyatakan bahwa ketentuan tersebut ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku melalui surat Ditjen Pajak kepada pihak perbankan tertanggal 31 Maret 2017.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×