kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perbanas usulkan cetak biru perbankan


Kamis, 28 Agustus 2014 / 09:55 WIB
Perbanas usulkan cetak biru perbankan
ILUSTRASI. Wajib Dikonsumsi! Ini Sederet Makanan Sehat untuk Menjaga Kesehatan Paru-Paru


Reporter: Issa Almawadi | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) meminta pemerintah, otoritas perbankan dan juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memprioritaskan penyusunan cetak biru perbankan nasional. Dengan cetak biru, konsolidasi perbankan  nasional tidak lagi selalu menjadi perdebatan.

Sigit Pramono, Ketua Umum Perbanas bilang, selama ini Indonesia tidak punya blue print perbankan nasional yang mengikat semua pemangku kepentingan. Memang sudah ada Arsitektur Perbankan Indonesia (API). 

Tapi itu merupakan produk dari Bank Indonesia (BI) yang berbentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI), sehingga hanya mengikat BI dan kalangan perbankan saja.

API sama sekali tidak mengikat DPR dan juga tidak mengikat pemerintah. "Itulah yang terjadi jika muncul gagasan-gagasan baru konsolidasi bank, muncul penolakan," kata Sigit, kemarin (27/8).

Ia mencontohkan, rencana pemerintah sebagai pemilik bank BUMN untuk menugaskan Bank Mandiri mengakuisisi Bank Tabungan Negara (BTN) yang mendapat resistensi dari berbagai pihak.  "Ada yang tidak setuju. Sebagian kalangan DPR juga menolak dan ada demo karyawan," imbuh Sigit.

Padahal, lanjut Sigit, konsolidasi bank-bank BUMN harus menjadi contoh bagi bank-bank yang lain, terlebih karena pemiliknya sama, yakni pemerintah. Jika bank BUMN yang pemiliknya sama saja susah dikonsolidasikan, bagaimana dengan bank-bank swasta yang pemegang sahamnya beragam.

Maka itu, Sigit menekankan, cetak biru perbankan nasional haruslah berupa dokumen arah jangka panjang perbankan Indonesia atau Rencana Pembangunan Jangka Panjang Perbankan (RPJPP). "Cetak biru tersebut semacam rencana induk jangka panjang. Boleh juga memakai istilah arsitektur perbankan tapi lebih disempurnakan," imbuh Sigit.

Nah, dalam penyempurnaan tersebut, kata Sigit, ada dua hal yang perlu menjadi perhatian. Pertama, harus melibatkan sebanyak-banyaknya pemangku kepentingan. Kedua, payung hukumnya harus mengikat dan jangan seperti PBI atau Peraturan OJK. Karena jika seperti itu, tidak akan dipatuhi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×