kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Remunerasi tak tolong kinerja perpajakan


Rabu, 21 Oktober 2015 / 12:05 WIB
Remunerasi tak tolong kinerja perpajakan


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Genap satu tahun, Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla mengisi pemerintahan.

Semangat dan kepercayaan diri yang tinggi tertuang dalam agenda kerja yang diusungnya, salah satunya menggenjot penerimaan pajak untuk membiayai pembangunan infrastruktur.

Mimpi Jokowi untuk pembangunan infrastruktur membutuhkan dana berlimpah.

Salah satu cara yang ditempuh pemerintah adalah meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk mengumpulkan pundi-pundi penerimaan pajak sebanyak-banyaknya.

Tahun ini, pemerintah dan anggota dewan menyepakati penerimaan pajak sebesar Rp 1.294 triliun.

Meski tidak setinggi yang diinginkan Jokowi, target itu pun tak mudah tercapai.

Apalagi secara historis, penerimaan pajak selalu mencatatkan shortfall atawa selisih dari target sejak tahun 2010.

Bukan lagi ekstra effort, Kementerian Keuangan (Kemkeu) bahkan telah menyiapkan skenario extraordinary effort.

Mulai dari memperluas basis pajak, mengubah sejumlah beleid hingga mengandalkan pembinaan wajib pajak, salah satunya melalui sandera badan atawa gijzeling.

Dirasa kurang cukup, Kemkeu memutuskan mengulang kembali beleid Sunset Policy yang diterapkan tahun 2008 silam.

Tapi belakangan, pemerintah malah menggulirkan kebijakan pengampunan bagi wajib pajak yang berlaku 2016.

Di sisi lain, pemerintah pun memberikan vitamin kepada pegawai pajak, agar dapat memacu kinerja.

Pemanis yang diberikan berupa  remunerasi sebesar Rp 4,1 triliun bagi seluruh pegawai pajak.

Nilai fantastis diterima pegawai pajak terhitung sejak Januari 2015 sebesar 100% dengan pencairan sejak akhir April lalu.

Tapi segala cara yang sudah dilakukan itu, ternyata tak berbuah manis.

Alih-alih impian Jokowi tercapai, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro malah memprediksi penerimaan pajak akan kembali mencatat sejarah shortfall, di kisaran Rp 130 triliun-Rp 140 triliun, naik dari proyeksi sebelumnya Rp 120 triliun.

Para pegawai pajak harus bersedia remunerasi yang saat ini diterima akan berkurang pada tahun depan.

Sesuai dengan Perpres, jika pencapaian penerimaan pajak lebih dari 95% maka pegawai pajak masih akan menerima seluruh anggaran remunerasi.

Tapi jika dibawah 95%, nilai remunerasi bakal berkurang.

Jika penerimaan hanya mencapai 90% hingga kurang dari 95% maka remunerasi hanya diberikan sebesar 90% dari platform.

Rasio terkecil adalah jika penerimaan pajak kurang  dari 70% dari target maka remunerasi hanya diberikan sebesar 50%.

Direktur Jenderal Anggaran Kemkeu Askolani menyebut, anggaran remunerasi 2016 yang disiapkan dalam RAPBN 2016 sebesar Rp 4 triliun.

Dana ini juga untuk mengantisipasi tambahan pegawai pajak baru.

Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analys (CITA) mengatakan kinerja pajak pemerintahan Jokowi-JK belum sesuai Nawa Cita.

Menurutnya, kenaikan target penerimaan pajak belum diikuti pemahaman yang baik di kalangan aparat pajak akan pentingnya reformasi perpajakan komprehensif.

Kebijakan perpajakan masih bertumpu pada intensifikasi dan ekstensifikasi tanpa arah yang jelas, belum mengarah pada sektor potensial, belum menyasar kelompok tidak patuh, dan belum dilandasi upaya membangun kepatuhan sukarela wajib pajak.

Sebenarnya program reinventing policy tahun ini cukup bagus demi membangun kesadaran dan kepatuhan pajak.

Sayangnya, pada praktiknya mengalami berbagai kendala.

Seperti kelemahan data wajib pajak serta kerjasama memperoleh data.

Selain itu, ada distorsi dari pemerintah sendiri dengan mewacanakan pengampunan pajak.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×