kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tiga bank BUMN fasilitasi hegding US$ 1,92 miliar


Rabu, 25 Mei 2016 / 11:18 WIB
Tiga bank BUMN fasilitasi hegding US$ 1,92 miliar


Reporter: Adinda Ade Mustami, Nina Dwiantika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Tiga bank BUMN memberikan fasilitas lindung nilai (hedging) atau FX Line kepada delapan korporasi BUMN. Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo menyampaikan, pelaksanaan hedging tersebut dapat meningkatkan daya tahan perusahaan BUMN terhadap gejolak yang mungkin terjadi di pasar keuangan.

Kali ini, perusahaan BUMN tersebut melakukan penandatanganan FX Line senilai total US$ 1,92 miliar yang terdiri dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) sebesar US$ 750 juta, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) senilai US$ 619 juta, dan PT Bank Mandiri Tbk senilai US$ 555 juta.

Adapun, korporasi BUMN yang berpartisipasi adalah Pupuk Indonesia, Perusahaan Gas Negara, Badan Urusan Logistik, Pelindo II, Pelindo III, Perum Peruri, Aneka Tambang dan Semen Baturaja. Sebelumnya, kontrak hedging telah dilakukan pula oleh PLN dan Pertamina.

BI mengharapkan, fasilitas hedging ini dapat memicu pelaksanaan transaksi lindung nilai oleh korporasi lainnya, baik itu di lingkungan korporasi BUMN maupun korporasi swasta secara umum. Serta peran perbankan pun diharapkan semakin meningkat dalam mendorong pendalaman pasar derivatif.

"BI juga terus mendorong agar sektor perbankan meningkatkan pengembangan produk derivatif untuk tujuan lindung nilai," katanya, Rabu (25/5).

Peningkatan lindung nilai ini pada akhirnya dapat mendukung stabilitas makroekonomi dan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Agus juga bilang, penandatanganan ini merupakan langkah yang sangat positif bagi peningkatan kesadaran dunia usaha dalam melakukan hedging. Pelaksanaan hedging tersebut dapat meningkatkan daya tahan perusahaan BUMN terhadap gejolak yang mungkin terjadi di pasar keuangan.

"Kalau perusahaan makin terkelola risikonya, maka risiko negara jugasemakin kecil. Ini akan meningkatkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia," kata Agus dalam sambutannya.

Dalam lima tahun terakhir, jumlah transaksi lindung nilai terus mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari peningkatan porsi transaksi derivatif di pasar valas domestik dibandingkan total transaksi valas yang mencapai 40% pada tahun 2016, dibandingkan 35% di tahun 2015.

Agus juga mengatakan, tingkat kepatuhan perusahaan Indonesia untuk menjaga rasio lindung nilai dan likuiditas baik. Untuk kepatuhan rasio lindung nilai yang tadinya hanya 78% kini menjadi 87% perusahaan yang memenuhi kewajiban lindung nilai. "Bahkan untuk yang enam bulan sudah 91% perusahaan yang patuh," tambah Agus.

Sementara itu, 84% perusahaan yang melaporkan juga telah patuh untuk menjaga likuiditas.

Rini Soemarno mengatakan, pengelolaan risiko valas sangat penting. Hal tersebut nantinya bisa menjaga arus kas perusahaan.

Nantinya, hal ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan pasar keuangan dan perekonomian nasional terhadap gejolak nilai tukar, serta membantu pencapaian stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×