kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bankir sepakat, UU Cipta Kerja dapat mendorong pertumbuhan kredit


Jumat, 09 Oktober 2020 / 19:08 WIB
Bankir sepakat, UU Cipta Kerja dapat mendorong pertumbuhan kredit
ILUSTRASI. Pelayanan nasabah di Kantor cabang PaninBank, Senayan, Jakarta Pusat. KONTAN/Baihaki.


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri perbankan sebagian besar menyambut positif Undang-Undang Cipta Kerja. Menurut beberapa bankir yang dihubungi Kontan.co.id, sejatinya UU baru ini bisa memberikan dampak positif di jangka panjang dengan meningkatnya pembukaan lapangan pekerjaan. 

Direktur Utama PT Bank Panin Tbk Herwidayatmo menjelaskan, mengacu pada referensi dari praktik yang berlaku secara internasional, kemajuan suatu negara tentu banyak bergantung pada tingkat kemudahan berusaha penduduknya. 

Dengan kata lain, bila UU Cipta Kerja ini mempermudah proses usaha tersebut, tentu dengan sendirinya kesempatan kerja dan berbisnis bagi masyarakat menjadi lebih banyak. 

Sebab, menurut kacamata Herwidayatmo kemudahan berusaha akan sulit menjadi kenyataan, bila terdapat regulasi yang tumpang tindih serta rumitnya pelayanan dari birokrasi. 

Baca Juga: Dapat dana PEN, BNI Syariah akan fokus salurkan pembiayaan di sektor ini

"Maka dari itu diperlukan keberanian untuk memangkas, memotong bahkan menghilangkan peraturan-peraturan yang tumpang tindih," katanya kepada Kontan.co.id, Jumat (9/10). 

Dia menggarisbawahi, pemangkasan, pemotongan dan penghilangan regulasi tersebut juga bisa berarti akan adanya pengurangan atau penghilangan kewenangan di pihak-pihak tertentu. Baik di pemerintah pusat maupun daerah.

Akan tetapi, tentu dengan adanya perombakan aturan seperti di UU Cipta Kerja alias Omnibus Law ini bakal menghilangkan atau mengurangi kenyamanan yang dinikmati beberapa pihak selama ini. 

Tapi, sebagai pelaku usaha perbankan, pria yang akrab disapa Herwid ini menilai era ekonomi saat ini adalah persaingan terbuka antar negara, dan era kemajuan teknologi. 

"Kita harus menciptakan suasana yang bisa memfasilitasi bangsa dan negara ini untuk terus maju. Jadi memang diperlukan adanya Omnibus Law tersebut," pungkasnya. 

Hanya saja, dia tidak menampik bahwa keputusan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengesahkan UU tersebut merupakan langkah yang tidak populer. 

"Kalau memang ada yang keberatan, akan lebih produktif kalau pengajuan keberatan diajukan lewat jalur konstitusional, melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi, agar lebih obyektif dan transparan pengkajiannya, dan tidak asal menolak," tegas Herwid. 

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Perbanas sekaligus Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Pahala Nugraha Mansury mengatakan pihaknya optimis UU anyar ini akan membuat geliat perekonomian menjadi lebih baik. Singkatnya, perbankan yang punya fungsi intermediasi akan ikut tertopang bila pergerakan ekonomi menjadi lebih baik. 

"Bagi kami, bisnis yang berjalan baik akan membuat kinerja fungsi intermediasi juga akan semakin baik. Akan semakin banyak pelaku usaha yang membutuhkan pembiayaan dari perbankan. Kami harap ini bisa positif," katanya, Kamis (8/10). 

Senada, Direktur Utama PT Bank Mayora Irfanto Oeij memaparkan bahwa UU Cipta Kerja bila dikaji lebih dalam memang punya dampak yang positif. Lantaran, dengan adanya UU tersebut, daya tarik Indonesia terhadap investor untuk menanamkan dana menjadi lebih baik. 

Baca Juga: Kredit investasi masih mencatatkan pertumbuhan positif

Secara jangka panjang, tentu hal itu bakal memperluas lapangan kerja dan menjadi kesempatan yang baik bagi bank untuk meningkatkan pemberian kredit. 

"Cukup positif, dengan adanya UU Cipta Kerja maka akan menjadi daya tarik untuk investor menanamkan dana di Indonesia," terangnya. 

Asal tahu saja, dalam masa pandemi Covid-19 pertumbuhan kredit perbankan memang sedang tersendat. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per Agustus 2020 realisasi kredit hanya naik 1,04% secara year on year (yoy). Posisi itu lebih rendah dari bulan sebelumnya yang hanya naik 1,53%. 

Kredit yang terbilang rendah itu membuat likuiditas perbankan menjadi terlalu berlimpah. Hal ini bisa dilihat dari posisi loan to deposit ratio (LDR) yang sangat longgar di posisi 85,11% akhir Agustus 2020 lalu. Jauh lebih rendah dari periode Desember 2019 lalu yang mencapai 94,43%. 

Bukan cuma likuiditas yang menjadi berlebih, lambatnya penyaluran kredit juga membuat pertumbuhan pendapatan bank ikut menciut. Per Agustus 2020 tercatat laba sebelum pajak perbankan sudah turun 18,36% secara year on year (yoy). Padahal di penghujung tahun 2019, laba perbankan masih bisa tumbuh 5,14% yoy. 

Selanjutnya: Bank Mandiri dorong bisnis digital transaction banking

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×