kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini penyebab kinerja industri pembiayaan syariah di tanah air lesu


Minggu, 25 November 2018 / 19:54 WIB
Ini penyebab kinerja industri pembiayaan syariah di tanah air lesu
ILUSTRASI. PT Adira Dinamika Multifinance Tbk (Adira Finance)


Reporter: Rezha Hadyan | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja industri pembiayaan syariah masih lesu menjelang akhir tahun 2018. Berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 30 September 2018 laba industri pembiayaan syariah anjlok hingga 28% secara year on year (yoy). Tahun ini, industri pembiayaan syariah hanya mampu mencatatkan laba sebesar Rp 1,06 triliun. Padahal pada periode yang sama di tahun sebelumnya berhasil mencatatkan laba Rp 1,47 triliun.

Catatan ini semakin membuktikan bahwa di tahun 2018 minat masyarakat menggunakan perusahaan pembiayaan syariah terus mengalami penurunan. Pada periode Agustus 2018 laba perusahaan pembiayaan syariah juga merosot 27,8% dibandingkan periode sama di tahun sebelumnya. Tahun ini perusahaan pembiayaan syariah hanya mampu meraup laba sebesar Rp 954 miliar. Jauh menurun dibandingkan pada Agustus 2017 sebesar Rp 1,34 triliun.

Direktur Utama PT Adira Dinamika Multi Finance (Adira Finance) Hafid Hadeli mengatakan perusahaan pembiayaan syariah saat ini tidak lagi menjadi pilihan utama masyarakat. “Sebelumnya perusahaan pembiayaan syariah punya kelebihan uang muka atau down payment (DP) ringan yang tidak dimiliki oleh (perusahaan pembiayaan) konvensional, tapi sekarang keduanya sama,” kata dia ketika dihubungi oleh Kontan.co.id Sabtu (24/11).

Sebagai informasi, perusahaan pembiayaan syariah sempat menjadi primadona karena diizinkan menetapkan besaran DP lebih rendah untuk pembiayaan kendaraan bermotor. Namun, hal tersebut harus berakhir pasca terbitnya Surat Edaran OJK (SEOJK) No. 47 tahun 2016 tentang Besaran Uang Muka Pembiayaan Kendaraan Bermotor dan SEOJK No.48 tahun 2016 tentang Besaran Uang Muka Pembiayaan Kendaraan Bemotor Syariah.

Melalui kedua surat edaran itu OJK menetapkan bahwa batas besaran DP didasarkan pada rasio kredit bermasalah (Non-Performing Financing) dan aset produktif bermasalah dari masing- masing perusahaan atau Unit Usaha Syariah (UUS). Dengan ketentuan tersebut, maka perusahaan pembiayaan baik konvensional maupun syariah dengan rasio NPF dan aset produktif bermasalah sebesar 1% dapat menetapkan besaran DP minimum 5% kepada nasabahnya untuk pembiayaan kendaraan bermotor.

Besaran tersebut tentunya membuat perusahaan pembiayaan konvensional bisa kembali bersaing dengan perusahaan pembiayaan syariah. Pembiayaan kendaraan bermotor, baik baru maupun bekas masih menjadi tulang punggung bagi sejumlah perusahaan pembiayaan tanah air.

Adira Finance mencatat, pembiayaan kendaraan bermotor baik secara konvensional maupun syariah pada kuartal III-2018 atau Oktober 2018 mencapai Rp 31,4 triliun atau naik 15,28 % dari periode yang sama di tahun sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×