kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   -927,64   -100.00%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KPPU indikasi OVO jalankan bisnis tidak sehat, berikut penjelasan manajemen OVO


Rabu, 17 Juli 2019 / 18:06 WIB
KPPU indikasi OVO jalankan bisnis tidak sehat, berikut penjelasan manajemen OVO


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fintech payment PT Visionet Internasional atau yang lebih dikenal sebagai OVO angkat bicara terkait indikasi bisnis tidak sehat dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

KPPU melihat, ada indikasi praktik bisnis yang kurang sehat yang dilakukan oleh platform pembayaran yang juga terafiliasi dengan Grup Lippo tersebut di tempat parkir di pusat perbelanjaan.

Head of Public Relations OVO Sinta Setyaningsih menyatakan OVO merupakan platform pembayaran digital dengan strategi ekosistem terbuka. Oleh sebab itu, OVO terus menjalin kerjasama dengan berbagai pihak dengan visi yang sama.

“OVO terus menjalin kerjasama dengan berbagai pihak dengan visi yang sama, yaitu untuk mengedukasi masyarakat akan berbagai kelebihan transaksi non tunai. OVO sangat mendorong ekosistem pembayaran yang kolaboratif dan inklusif untuk mendukung perkembangan ekonomi digital,” ujar Sinta kepada Kontan.co.id, Rabu (17/7).

Sinta menambahkan, OVO siap untuk berdiskusi dengan pemangku kepentingan guna meningkatkan kontribusi OVO bagi ekonomi di Indonesia. Apalagi penetrasi uang elektronik di Indonesia masih kecil.

Asal tahu saja, pertumbuhan transaksi OVO di 2018 mencapai 75 kali lipat dibandingkan transaksi 2017. Selain itu, sepanjang 2018 terdapat lebih 1 miliar kali transaksi. Kini OVO sudah tersedia di 115 juta perangkat dan hadir di 303 kota dan tersedia di lebih 500.000 gerai.

Sebelumnya Komisioner sekaligus juru bicara KPPU Guntur S Saragih menyatakan pusat perbelanjaan merupakan tempat yang terbuka untuk umum. Bukan tempat yang hanya boleh didatangi pihak terbatas. ”Pusat perbelanjaan itu jatuhnya publik,” tandas Guntur.

Bukan hanya itu, sekalipun Lippo dan OVO terafiliasi, dengan memberikan kewenangan mengelola pembayaran di parkiran pusat perbelanjaan milik Lippo juga seharusnya tidak diperbolehkan. Pasalnya, hal ini menutup peluang terhadap pelaku lain yang memiliki layanan dan kemampuan seperti OVO.

Karena faktanya, Guntur menambahkan, saat ini masyarakat memiliki beragam alat transaksi pembayaran berbasis digital termasuk dalam bentuk kartu. OVO hanya salah satu di antaranya saja.

”Kalau pusat perbelanjaan ingin cashless, dia tidak bisa satu pilihan saja. Kalau misalnya ada 10 saja alat pembayaran yang tersedia sekarang dan sudah digunakan masyarakat, masa harus dimiliki seluruhnya, tidak efisien dong bagi masyarakat. Harus ada pilihan,” terangnya.

Atas dasar itu, KPPU saat ini sedang melakukan penelitian mendalam mulai dari latar belakang sampai praktik yang terjadi melibatkan OVO di pusat perbelanjaan milik Lippo. Setelah ini baru meningkat ke penyelidikan,” ucap Guntur.

Penelitian akan dilakukan mencakup seluruh pihak baik itu OVO maupun pengelola pusat perbelanjaan terkait.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×