kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penetrasi asuransi bencana alam terhalang lemahnya daya beli masyarakat


Rabu, 10 Februari 2021 / 16:21 WIB
Penetrasi asuransi bencana alam terhalang lemahnya daya beli masyarakat
ILUSTRASI. Dua buah mobil terendam banjir di Perumahan Griya Cimanggu Indah, Kelurahan Kedung Badak, Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (26/10/2020).


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki 2021, Indonesia menghadapi berbagai bencana alam mulai dari banjir, tanah longsor, hingga gempa bumi. Kendati demikian, penetrasi asuransi bencana alam masih terbilang rendah.

Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Hastanto S M Widodo menyatakan sebenarnya kesadaran masyarakat untuk memiliki asuransi bencana alam sudah membaik. Namun dia menyebut dalam satu tahun terakhir peningkatan penetrasinya hanya 0,5%.
“Sangat kecil, karena consumer confident level konsumsi saat ini rendah. Peningkatan penetrasinya 0,5%,” ujar Widodo secara virtual.

Lanjut Widodo, saat ini merupakan saat yang tepat dalam melakukan penetrasi asuransi bencana yang merupakan perluasan pada produk properti dan kendaraan bermotor. Namun dia mewanti-wanti agar para pelaku asuransi segera melakukan kewajiban membayar klaim ketika ada bencana alam terjadi.

Direktur PT Reasuransi Maipark Indonesia Heddy Agus Pritasa menilai, kapasitas perusahaan reasuransi dan asuransi umum dalam memberikan perlindungan bencana alam cukup memadai. “Secara umum kami rasa kecukupan solvensinya, cukup mampu menanggung asuransi bencana. Kami juga lakukan konsep manajemen risiko yang baik, dengan dukungan reasuransi dalam dan luar negeri terkait ini,” tambah dia.

Baca Juga: Pada tahun ini Jasindo targetkan perolehan premi hingga Rp 5,39 triliun

Lebih lanjut, berdasarkan kajian singkat Maipark terkait eksposur risiko terhadap gempa bumi, maka potensi asuransi bencana alam masih terbuka. Heddy menilai masih ada peluang untuk meningkatkan dari sisi risiko gempa bumi di Indonesia.

“Contohnya dari data kami dari gempa yang terjadi belakangan ini di Majene dan Mamuju itu ada sekitar Rp 825 miliar potensi risiko terdampak, dengan potensi kerugian hampir Rp 90 miliar. Ini akan meningkat terus seiring dengan data yang masuk ke kami,” jelas Heddy.

Heddy menyebut, sebenarnya masyarakat Indonesia sudah menyadari arti penting memiliki asuransi bencana alam sejak gempa Sumatra Barat pada kuartal ketiga 2018. Bahkan lebih lanjut, pemerintah juga mulai mengasuransikan aset-aset milik negara.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan 68 kementerian atau lembaga bisa mengikuti program asuransi barang milik negara (BMN) pada tahun ini. Jumlah itu bertambah dibandingkan tahun lalu yang hanya melibatkan 13 lembaga.

Baca Juga: Ini aturan baru bagi fintech untuk mencegah aksi pencucian uang




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×