kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45929,31   1,67   0.18%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PPATK akan revisi PP 43/2015 untuk antisipasi aksi pencucian uang di industri fintech


Selasa, 30 April 2019 / 18:24 WIB
PPATK akan revisi PP 43/2015 untuk antisipasi aksi pencucian uang di industri fintech


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tengah mempersiapkan aturan baru yang mengatur industri financial technology (fintech). Aturan baru itu akan berbentuk revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelaporan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Wakil Kepala PPATK Dian Edina Rae mengatakan revisi peraturan tersebut akan memasukkan pengaturan di industri fintech.Salah satu poin yang dipersiapkan yaitu mewajibkan perusahaan fintech melaporkan transaksi keuangan kepada PPATK.

“Poin sederhananya, kewajiban mereka untuk melapor ke PPATK. Tapi untuk teknis pelaporannya itu masuk ke kami,” kata Dian di Jakarta, Selasa (30/4).

Secara umum, kata dia, nantinya perusahaan fintech akan melaporkan transaksi keuangan seperti lembaga keuangan lain. Namun PPATK akan memberikan parameter yang berbeda khusus fintech. Misalnya, pemberian batas transaksi rawan bitcoin jika dinilai terlalu besar maka harus dilaporkan ke PPATK.

Sampai saat ini revisi PP Nomor 43 tersebut masih berbentuk draft dan tengah diskusikan dengan beberapa pihak untuk dimintai tanggapan. Menurutnya, sejumlah pihak memberikan respons positif karena aturan ini menekannya adanya kerja sama antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), asosiasi dan pemain fintech.

Perumusan aturan ini akan dibuat lebih longgar supaya tidak menghambat perkembangan teknologi finansial. Dalam hal ini, Dian menyebutnya sebagai smart regulation yang mengedepankan kepentingan regulator maupun pemain fintech.

Dian mengharapkan aturan ini bisa rampung secepatnya, atau paling tidak di tahun ini. Di sisi lain kehadiran aturan ini sebagai antisipasi adanya tindakan pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan teroris (TPPT) terjadi di Indonesia.

“Kami mengidentifikasi kasus fintech dan aset virtual terjadi di berbagai negara dan kami juga menemukan di sini. Maka itu upaya disiplin pelaporan ke PPATK menjadi sesuatu yang penting,” tegas Dian.

Tindakan pidana pencucian uang dan pendanaan teroris berpotensi besar terjadi di tanah air. Ia mencontohkan transaksi di di platform fintech peer to peer (P2P) lending memungkinkan disalahgunakan sebagai tempat pencucian uang hasil korupsi. Bisa saja, pelaku memanfaatkan akun orang lain untuk menjalankan aksinya.

“Mungkin tranksaksi itu di bank sah, tetapi kita tidak pernah tahu transaksi itu digunakan untuk apa saja,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×