kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bagaimana nasib rupiah di akhir tahun?


Minggu, 02 Desember 2018 / 21:23 WIB
Bagaimana nasib rupiah di akhir tahun?
ILUSTRASI. Uang rupiah


Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sempat loyo, rupiah pun kembali unjuk gigi. Akhir bulan lalu, mata uang garuda ini menguat tajam. Bahkan rupiah menguat dibanding mata uang utama negara lain.

Berdasarkan riset Kontan.co.id, pada 6 hingga 7 November 2018, penguatan terbesar rupiah terjadi di hadapan yuan yang mencapai 1,46%. Disusul pairing USD/IDR yang naik 1,44% yang naik ke level 14.590.

Sementara, Jumat (30/11), di pasar spot, perdagangan rupiah ditutup di Rp 14.302 per dollar AS. Kurs rupiah menguat 0,56% dari posisi kemarin di 14.383

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, penguatan rupiah didukung oleh beberapa sentimen. Seperti pengaruh bank sentral Amerika, yaitu keraguan The Fed yang menaikkan suku bunga.

“Kalau sempat turun, kita lihat karena memang perekonomian Amerika yang disokong The Fed dengan rencana kenaikan suku bunga. Tetapi dengan rupiah menguat kali ini, alangkah bagusnya kita nikmati,” ucap David kepada Kontan.co.id, Minggu (2/12).

Adapun saat ini, suku bunga The Fed, fed fund rate berada di kisaran 2% hingga 2,25 % setelah delapan kali kenaikan sejak September 2017 lalu. Suku bunga yang bertahap dinaikkan tersebut memang mempengaruhi perekonomian dunia termasuk arus gerak rupiah.

“Pengaruh The Fed naikkan suku bunga sangat besar. Dan kalaupun menaikkan suku bunga bisa membuat rupiah terperosok. Hanya saja, tampaknya The Fed akan menunda kenaikan suku bunga,” tandasnya

Sementara, analis Monex Investindo Futures, Putu Agus Pransuamitra menyebut pergerakan rupiah sangat bergantung pada hasil pertemuan Presiden Trump dan Xi Jinping. Di mana hubungan dagang kedua negara ini yang sempat retak karena adanya perang dagang.

Dari hasil pertemuan pun, dua negara ini sepakat untuk tidak mengenakan tarif tambahan di sektor perdagangan setelah 1 Januari 2019.

“Rupiah berpotensi menguat lagi pekan depan. Kalaupun The Fed menaikkan lagi suku bunga bulan Desember, efeknya tidak akan terlalu besar karena The Fed sudah mengindikasikan suku bunga hampir netral. Jadi kemungkinan tahun depan kenaikan satu atau dua kali lagi,” ujar Putu.

Tidak seperti yang ditakutkan oleh pelaku pasar, kenaikan suku bunga oleh The Fed tidak akan naik tajam. Sehingga, Putu melihat akhir tahun ini, rupiah akan bergerak di rentang Rp 14.300 per dollar AS hingga Rp 14.500 per dollar AS.

Sedangkan David melihat bahwa prospek perang dagang memang sudah ada cerita baik dimana tidak adanya tarif tambahan di sektor perdagangan.

Hanya saja, David melihat kemungkinan ada kemungkinan perang dagang bisa berlanjut lagi nanti. Untuk itu, David memperkirakan rupiah akhir tahun berkisar di rentang Rp 14.000 sampai 14.500 per dollar AS.

“PDB Indonesia tidak berubah signifikan ada kemungkinan perang dagang berlanjut,” tandasnya.

Sementara tahun depan, David yakin bahwa diselenggarakannya Pemilihan Umum Presiden Indonesia, rupiah akan bergerak naik sekitar Rp 14.500 per dollar AS. Pasalnya pertumbuhan ekonomi Indonesia akan naik 0,1% karena kuota ekonomi akan besar tahun depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×