Berita *Regulasi

Berangus Rentenir Online dari Hilir

Kamis, 28 Februari 2019 | 22:39 WIB
Berangus Rentenir Online dari Hilir

Reporter: Havid Vebri, Merlinda Riska, Nina Dwiantika | Editor: Havid Vebri

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak kurang dari 5.753 orang hingga Kamis (21/2) malam lalu memberikan dukungan atas petisi bertajuk Penagihan Pinjaman Fintech Sangat Meresahkan. Bimbim Ian, sang penggagas petisi di Change.org ini, meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga Kementerian Komunikasi dan Informatika bisa menyelesaikan masalah terkait peretasan data nasabah pinjaman berbasis teknologi finansial (tekfin).

Soalnya, banyak praktik penagihan oleh perusahaan tekfin yang populer dengan sebutan financial technology (fintech) yang mengintimidasi dan mengancam. Bimbim, salah satu korbannya. Akibat telat membayar pinjaman dari sejumlah perusahaan tekfin, tim penagihan mereka mengirim pesan melalui aplikasi percakapan instan ke seluruh kontak yang ada di ponsel miliknya. Bahkan, debt collector membuat grup di WhatsApp berisikan keluarga, teman, atasan Bimbim untuk menagih dan mempermalukannya.

Tim penagihan mereka menelepon saya, mengintimidasi dan mengancam saya, kalau saya tidak bisa melakukan pembayaran maka akan melakukan penagihan kepada orang-orang yang ada di kontak handphone saya. Benar saja, dari mertua, ibu, kakak, adik, dan semua teman kerja saya diteror satu satu, ungkap Bimbim.

Keluhan Bimbim itu bisa jadi mewakili suara para korban tekfin layanan pinjam meminjam alias peer-to-peer (P2P) lending yang jumlahnya mencapai ribuan orang. Hingga akhir tahun lalu, tercatat ada 1.330 korban tekfin P2P lending yang juga beken dengan istilah pinjaman Onlineyangmengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Itu baru yang melapor ke LBH Jakarta, belum yang mengadu ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) termasuk ke OJK.

Jumlah korban bukan tidak mungkin terus bertambah, mengingat tekfin P2P lending semakin bejibun terutama yang tidak berizin atawa ilegal. Dan, mereka enggak kapok, meski Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi) bolak-balik menghentikan kegiatan penyelenggara layanan pinjam meminjam yang tak terdaftar di OJK.

Awal tahun ini saja, Satgas Waspada Investasi menyetop kegiatan 231 tekfin P2P lending ilegal. Mereka beroperasi melalui aplikasi yang terdapat di App Store atau Play Store bahkan lewat media sosial. Itu berarti, dalam dua tahun terakhir, Satgas Waspada Investasi telah memblokir total sebanyak 635 tekfin P2P lending ilegal.

Enggak gampang

Kepala Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing mengatakan, tak mudah memBerangus Rentenir Online di tanah air. Upaya ini memerlukan kerjasama lintas kementerian dan lembaga pemerintah.

Tapi, Satgas Waspada Investasi bersama OJK terus menjalin kongsi dengan Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI (Bareskrim Polri), Kemkominfo, perbankan, lembaga keuangan nonbank, hingga Google dalam mengatasi tekfin ilegal.

Saat ini, Tongam mengungkapkan, fokus pemberantasan pinjaman Online ilegal mulai dari Hilir. Jadi, kami akan langsung melakukan pemblokiran sebelum mereka beroperasi secara Online, tegas dia.

Begitu ada situs-situs yang merupakan tekfin P2P lending ilegal, Satgas Waspada Investasi langsung memblokir. Upaya ini berlangsung lewat komunikasi intensif dengan Kemkominfo. Kami juga terus melaporkan data-data tekfin yang terdaftar di OJK, ujar Tongam.

Kemudian, memutus akses keuangan dari tekfin ilegal. Caranya, dengan meminta perbankan untuk menolak pembukaan rekening tanpa rekomendasi OJK dan melakukan konfirmasi bagi rekening existing yang diduga digunakan untuk kegiatan tekfin ilegal. Juga, meminta Bank Indonesia (BI) untuk melarang tekfin sistem pembayaran memfasilitasi fintech P2P lending ilegal.

Pengawasan makin ketat lantaran jumlah tekfin ilegal terus bertambah. Apalagi, Tongam mengungkapkan, tekfin tidak berizin bukan cuma berasal dari dalam negeri, juga luar negeri. Ada dari Rusia dan Korea Selatan, kebanyakan berasal dari China, imbuh Tongam.

Dan, enggak gampang membasmi tekfin ilegal asing karena mereka bekerja secara virtual serta berganti-ganti nama. Kebanyakan virtual, kami tidak tahu servernya, kata dia.

Kombes Pol Rickynaldo Chairul, Kepala Subdirektorat II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, membenarkan, banyak platform tekfin ilegal memiliki jaringan server di luar negeri. Ia menyebutkan, ada sekitar 36 tekfin yang melakukan hosting atau menampung data ke 107 jaringan server yang berlokasi di lima negara, yakni China, Singapura, India, Irlandia, dan Amerika Serikat.

Bahkan, ada satu tekfin yang menampung data sampai ke sembilan server di tiga negara. Dengan banyaknya jaringan server tersebut, memungkinkan penyalahgunaan data nasabah dan jejak mereka sulit dilacak. Seharusnya, setiap perusahaan tekfin punya pusat data di Indonesia yang dikendalikan Kemkominfo. Kami tengah berkoordinasi dengan beberapa negara untuk melacak keberadaan server itu, kata Chairul.

Kendala lain, setelah kena blokir, para tekfin ilegal acapkali membuat lagi platform baru. Banyak juga yang nama aplikasinya dibikin semirip mungkin dengan yang terdaftar di OJK, sehingga terkadang mengecoh masyarakat. Jadi, kadang mereka menyalin nama tekfin legal. Cuma bedanya, ada tanda setrip, ada simbol tambahan, ungkap Tongam.

Meski begitu, Tongam menegaskan, dari 99 perusahaan tekfin terdaftar di OJK, tidak ada yang masuk daftar pemblokiran. Yang diblokir hanya tekfin ilegal, tegas dia.

Sulit mencegah

Hanya, bukan berarti tidak ada tekfin legal yang melakukan pelanggaran. dari pengaduan yang masuk ke LBH Jakarta, sejumlah pelapor menyebutkan, ada 25 nama tekfin legal.

Untuk mengantisipasi pelanggaran oleh tekfin legal, Tongam menyatakan, Satgas Waspada Investasi sudah melakukan pengawasan dan pembinaan secara profesional kepada penyelenggara P2P lending yang terdaftar di OJK. Bila ada yang melanggar, OJK sebagai regulator bakal menjatuhkan sanksi, mulai dari sanksi administratif hingga pencabutan izin.

Dari 99 tekfin yang mengantongi izin dari OJK, sebanyak 11 di antaranya baru mendaftar di awal tahun ini. Yaitu, AdaKita, UKU, Pinjanwinwin, PasarPinjam, Kredinesia, BKDana, GandengTangan.org, Modalantara, Komunal, ProperiTree, dan Danakoo. Kami mengarahkan borrower (peminjam)melakukan pinjaman ke fintech legal ini, imbau Tongam.

Kuseryansyah, Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), menuturkan, pihaknya bersama OJK sudah menjalin koordinasi dengan Google untuk menahan penerbitan aplikasi tekfin ilegal di Play Store. AFPI juga meminta Google untuk mengarahkan setiap aplikasi tekfin yang baru supaya mengurus perizinan terlebih dahulu ke OJK.

Memang, sangat sulit melakukan pencegahan dari sisi penerbitan. Dengan kemajuan teknologi, banyak pihak yang bisa melakukan manipulasi saat registrasi, tutur dia.

Karena itu, pencegahan juga perlu dari sisi masyarakat. Masyarakat perlu terus memperoleh arahan untuk tidak mengakses pinjaman ke tekfin ilegal. Menurut Kuseryansyah, masih banyak masyarakat yang belum tersentuh layanan dari lembaga keuangan formal lantaran mereka tidak bankable.

Nah, para pelaku tekfin ilegal memanfaatkan kondisi itu untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Enggak heran, banyak tekfin ilegal aktif menjemput bola lewat pesan singkat di aplikasi percakapan. Mereka menawarkan proses cepat dengan syarat minim. Inilah yang menjerat masyarakat menggunakan layanan tekfin ilegal, ucap Kuseryansyah.

Makanya, edukasi ke masyarakat sangat penting sebagai bagian dari upaya mempersempit ruang gerak para tekfin yang tidak terdaftar. Daftar tekfin ilegal yang sudah diblokir juga perlu terus disosialisasikan ke masyarakat, ujarnya.

Cuma, Jeanny Silvia Sari Sirait, Pengacara Publik Bidang Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta, menyebutkan, masalah tekfin ilegal akan terus muncul selagi belum ada sanksi tegas terhadap pelakunya. Meski OJK telah mengeluarkan Peraturan Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, ini hanya berlaku bagi tekfin terdaftar.

Itu sebabnya, Jeanny mendorong OJK untuk menerbitkan regulasi yang mengatur sanksi bagi tekfin ilegal. Walhasil, masyarakat korban Rentenir Online enggak terus berjatuhan.

Namun, menurut Tongam, masalahnya bukan di regulasi. Problem utamanya: banyak masyarakat yang mudah tergiur dengan tawaran tekfin ilegal yang menjamin kecepatan proses pinjaman. Di luar kendali OJK ketika masih ada masyarakat yang mengajukan pinjaman kepada Rentenir Online.

Tongam mengklaim, Satgas Waspada Investasi tak henti-henti memberikan edukasi kepada masyarakat agar mengajukan pinjaman ke tekfin yang resmi terdaftar di OJK. Soalnya, tekfin yang berizin mempunyai aturan main yang sangat jelas, seperti penerapan bunga, penilaian pinjaman, hingga proses penagihan.

Di tekfin legal, juga ada prosedur untuk menilai kemampuan calon peminjam semacam rating. Sehingga, bisa diputuskan, apakah calon peminjam layak mendapat pinjaman atau tidak. Terdapat juga penilaian track record (rekam jejak)peminjam, imbuh Tongam.

Setiap tekfin berizin juga dilarang keras untuk mengakses daftar kontak, berkas gambar, dan informasi pribadi dari ponsel cerdas milik peminjam. Lalu, mereka wajib melaporkan kerjasama dengan pihak ketiga untuk urusan penagihan.

Memang, Tongam menambahkan, tekfin legal maupun ilegal sama-sama tidak mensyaratkan agunan. Namun, bunga tekfin legal dan ilegal terpaut jauh. Selain bunga tinggi, tekfin yang beroperasi liar juga mematok denda yang sangat tinggi bila terjadi keterlambatan pembayaran dari para peminjam.

Tampaknya, masalah pinjaman Online masih muncul.

Terbaru