kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI: Keberlanjutan reformasi sektor keuangan makin penting saat ekonomi global rentan


Senin, 10 Juni 2019 / 13:02 WIB
BI: Keberlanjutan reformasi sektor keuangan makin penting saat ekonomi global rentan


Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tensi perdagangan yang kembali meningkat mewarnai pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral serta Deputi Keuangan dan Bank Sentral negara-negara G20 di Fukuoka, Jepang pada 6-9 Juni kemarin. Pertemuan tersebut dihadiri delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati dan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo.

Mengamati dinamika global saat ini, BI menegaskan pentingnya untuk terus melanjutkan agenda reformasi di sektor keuangan untuk mitigasi risiko dan mengatasi kerentanan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh otoritas Indonesia adalah upaya pendalaman pasar keuangan.

Dalam keterangannya, Senin (10/6), BI memandang laju implementasi agenda reformasi sektor keuangan yang beragam (fragmented) di banyak negara perlu menjadi perhatian dan diatasi dengan meningkatkan kerja sama dan sharing informasi antar otoritas dari negara lain. “BI juga menekankan perlunya menjaga keseimbangan antara upaya untuk mendorong perkembangan inovasi di sektor keuangan dengan upaya untuk mitigasi risiko yang dapat ditimbulkan,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko.

Perang dagang dinilai telah berdampak negatif bagi ekonomi global, serta mempengaruhi keyakinan dunia usaha/investor. Bila berlanjut tanpa solusi, tensi perdagangan akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,5%, lebih besar dari perhitungan sebelumnya yang hanya sebesar 0,2%.

Lebih lanjut, BI menilai dinamika perekonomian global membutuhkan penguatan jaring pengaman sistem keuangan (Global Financial Safety Net). Dalam pertemuan G20 tersebut, BI menekankan pentingnya pemahaman terhadap sumber-sumber ketidakseimbangan (imbalances) maupun perlunya melihat imbalances dalam cakupan yang lebih holistik dan tidak hanya dari segi defisit transaksi berjalan (current account deficit) atau neraca dagang saja, namun juga dari sisi pembiayaan.

“Khususnya melalui aliran modal yang bersifat produktif (FDI). BI juga menekankan pentingnya bauran kebijakan makroekonomi dalam mengatasi excessive imbalances,” lanjutnya.

Adapun, BI memandang, perekonomian global menunjukkan perkembangan positif pada kuartal pertama tahun 2019, dan diperkirakan akan terus membaik di tahun 2020, sebagaimana proyeksi pada bulan April 2019.

Meski demikian, tren positif tersebut masih dibayangi beragam faktor risiko yang dapat menyebabkan perlambatan seperti peningkatan tensi perdagangan, belum jelasnya penyelesaian Brexit dan kerentanan di sektor keuangan yang meningkat di tengah rendahnya suku bunga.

Oleh karena itu, negara-negara G20 diharapkan tidak berpuas diri atas perkembangan positif yang ada, namun terus berupaya mitigasi risiko yang mengemuka dan bersiap untuk mengimplementasikan kebijakan yang diperlukan.

“Disadari pula bahwa dukungan bagi pertumbuhan ekonomi global akan menjadi lebih efektif jika terdapat joint action untuk meningkatkan kerangka koordinasi internasional,” tutup Onny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×