kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kisah Rina Kartina dan Diansyah Sukmana mengembangkan bisnis Tatuis Mukena


Sabtu, 16 Maret 2019 / 11:05 WIB
Kisah Rina Kartina dan Diansyah Sukmana mengembangkan bisnis Tatuis Mukena


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisa langsung mendapatkan pekerjaan di perusahaan mapan setelah lulus kuliah menjadi harapan banyak orang. Hal itu juga yang diharapkan oleh Rina Kartina setelah menyelesaikan kuliahnya di Ohio State University, Amerika Serikat. Ia kembali ke Tanah Air dengan harapan bisa bekerja di perusahaan bergengsi.

Namun, keinginan Rina tersebut tidak sejalan dengan orangtuanya. Lahir dan besar di keluarga pengusaha, membuat orangtuanya berharap agar anak-anaknya juga memiliki bisnis sendiri.

"Saya ingin bekerja, tapi malah dimarahi orangtua. Orang tua menyuruh saya buka usaha, dan pergi ke pasar buat mencari ide bisnis," ungkap Rina saat ditemui KONTAN beberapa waktu lalu di pusat produksi Tatuis Mukena, Cibinong, Jawa Barat.

Atas saran dan nasihat orangtua, Rina pun memutuskan terjun ke dunia bisnis. Saat awal berbisnis, ia menjual aneka kebutuhan rumah tangga, seperti seprai, sarung bantal, sajadah, dan beberapa peralatan dapur.

"Saya tidak langsung produksi mukena waktu itu. Awal-awal, saya jualan aneka barang yang ada di pasar. Ambil barang di pasar, lalu saya jual lagi. Teryata berdagang itu susah juga ya," tuturnya.

Setelah beberapa kali berganti produk yang dijual, Rina mendapatkan ide baru dari sepupunya, Diansyah Sukmana atau yang akrab disapa Dion untuk berbisnis mukena dan sajadah. Dengan modal sekitar Rp 14 juta, akhirnya dua bersaudara ini sepakat fokus menggarap bisnis mukena dan sajadah di tahun 2007 dengan merek Tatuis Mukena.

Awalnya, bisnis mereka hanya memproduksi sajadah karena mudah membuatnya. Lalu beberapa bulan kemudian karena melihat permintaan pasar, keduanya produksi mukena. "Dan malah sampai saat ini lebih banyak produksi mukenanya," jelas Rina.

Rina menjelaskan, selama dua tahun pertama, proses produksi Tatuis Mukena berlangsung di sebuah garasi rumah. Siapa sangka jika setelah dua belas tahun berjalan, bisnis mukena dan sajadah tersebut berkembang sangat pesat.

Kini, Tatuis Mukena berhasil menjadi merek mukena premium di Indonesia. Harga aneka produk Tatuis Mukena dibanderol mulai Rp 200.000 hingga Rp 1,7 juta per buah. Kapasitas produksinya kini mencapai 10.000–15.000 buah mukena per bulan, dengan penyerapan pasar sekitar 70%–90%.

Beberapa e-commerce fashion ternama seperti Zalora dan Berrybenka juga berhasil ditembus Tatuis Mukena sebagai wadah penjualan. Selain itu, Tatuis Mukena juga memiliki 20 distributor yang tersebar hampir di seluruh Indonesia.

Kini keduanya telah membeli lahan di Cibinong, Jawa Barat sebagai pusat produksi dan pemasaran.

Meski begitu, mereka dalam menjalankan bisnis mukena tak selalu mulus. Sama seperti menjalankan bisnis pada umumnya, selalu ada kendala dan tantangan. Bahkan tak jarang muncul pada waktu yang bersamaan.

Misalnya, saat Rina tengah berusaha menambah kapasitas produksi dan menambah pasukan karyawan, justru muncul masalah di bagian produksi. Saat itu, justru Tatuis Mukena kehilangan hampir seluruh karyawannya hanya karena kesalahan satu orang karyawan.

Ini terjadi saat dirinya mendapat pesanan banyak dan membuat bagian produksi langsung sibuk. Lantas, ada satu karyawan yang berbuat kesalahan yang berimbas ke lain. "Saya ditegur karyawan lain. Mengapa sudah tahu ada karyawan salah, tapi tidak dikeluarkan. Karena itu semuanya protes dan keluar pada 2009," kisah Rina.

Ketika masalah tersebut memuncak, hampir seluruh penjahit yang bekerja sama dengan Tatuis mengundurkan diri. Sehingga hanya menyisakan satu orang penjahit asal Tasikmalaya. Kala itu, Rina sempat berpikir untuk menghentikan bisnisnya. Namun, ibu dua anak ini sadar bahwa kesalahan itu bisa jadi pembelajaran.

Setelah kejadian tersebut, manajemen Tatuis memutuskan untuk merombak sistem kerja dan mempekerjakan kepala pabrik yang bertanggungjawab atas seluruh proses produksi. Keputusan tersebut dinilai berimbas baik bagi bisnis dan Tatuis Mukena sehingga bisa beroperasi hingga saat ini.

Kendala lainnya, menurut Diansyah Sukmana atau akrab disapa Dion adalah seputar produksi. Terutama ketidakpastian pasokan bahan baku kain serta harga yang fluktuatif kerap menghambat proses produksi.

"Tahun lalu harga kain sempat naik turun, 20%–30%, seperti harga saham. Kami terpaksa harus tambah ongkos produksi," tuturnya.

Dion menambahkan, Tatuis Mukena juga kerap kehabisan pasokan kain dengan warna tertentu. Terutama bahan kain warna navy dan hitam yang pasokannya sering habis. Padahal Tatuis bekerjasama dengan beberapa pabrik kain dan distributor kain.

Untungnya, Tatuis punya beberapa cadangan vendor untuk berjaga-jaga. Langkah lainnya adalah dengan menyiasati dengan jenis kain yang beda tapi tetap nyaman saat dipakai.

Maklum, pasokan bahan kain merupakan bagian terpenting dalam bisnis Tatuis Mukena. Ini membuat Dion dan Rina tidak bisa begitu saja menyerah jika pasokan kain habis.

Selain menjual mukena lewat platform digital, Tatuis juga bekerjasama dengan 20 agen wisata haji dan umrah. Sebab, Tatuis kerap mendapat borongan pengadaan mukena dan sajadah para jemaat umrah dan haji.

Nah, salah satu kendala dalam pengembangan bisnis, terlebih bagi pelaku usaha kecil dan menengah adalah persoalan modal. Persoalan tersebut juga pernah dialami Rina Kartina, pendiri Tatuis Mukena.

Pada 2014, Rina ingin mengembangkan usaha. Ia pun mengajukan pembiayaan modal kerja ke PT Bank Syariah Mandiri dengan fasilitas pembiayaan dana berputar dan memakai akad musyarakah.

Perempuan asal Bandung ini memilih fasilitas pembiayaan dana berputar agar ia dapat menarik pembiayaan sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, margin imbal hasil yang ditetapkan berdasarkan pemakaian rata-rata dana yang disediakan Mandiri Syariah setiap akhir bulan.

Pada pengajuan pertama, Mandiri Syariah memberikan open plafon senilai Rp 1 miliar. Rina menggunakan fasilitas pembiayaan tersebut untuk membeli bahan baku saat memasuki puncak produksi, yakni mendekati Ramadan. Setelah rutin menggunakan fasilitas tersebut, ia menutup pinjamannya dengan open plafon senilai Rp 2,5 miliar.

Dengan fasilitas pembiayaan tersebut, pertumbuhan omzet usahanya meningkat lebih dari 20% pada 2018 lalu. Padahal di 2017, bisnisnya hanya mampu tumbuh 2% saja. Adapun akumulasi omzet Tatuis Mukena pada akhir 2018 mencapai kisaran Rp 5 miliar. "Tahun ini, Insya Allah targetnya bisa dua kali lipat dari tahun lalu," kata Rina optimistis.

Demi memenuhi target tersebut, Rina dan timnya telah menyiapkan beberapa strategi. Tahun ini, Tatuis Mukena bakal memperkuat pasar korporasi, yakni dengan memperbanyak kerjasama dengan beberapa perusahaan, termasuk juga perbankan syariah.

Sebab pada tahun ini, Rina menargetkan bisa menjadi mitra suvenir haji bagi nasabah Bank Mandiri Syariah, Bank BNI Syariah, dan Bank BRI Syariah. Sebelumnya, Tatuis juga telah menjadi mitra suvenir haji bagi Mandiri Syariah selama dua musim haji.

Co-Founder Tatuis Mukena, Diansyah Sukmana menambahkan, pihaknya juga akan menggenjot kerjasama dengan sejumlah agen perjalanan umrah dan haji. Per November 2018, sudah ada sekitar 20 agen perjalanan yang bekerjasama dengan Tatuis Mukena.

"Tahun ini, kalau kami bisa merealisasikan kerja sama dengan 100 agen (umrah dan haji) saya senang, tapi 80 agen saja juga oke," kata pria yang akrab disapa Dion ini.

Selain memperkuat pasar korporasi dan agen perjalanan, menurut Dion, Tatuis juga bersiap memperluas penjualan ke negeri jiran. Saat ini telah ada distributor asal Malaysia. Mitra itu sedang memeriksa sampel untuk dijual di sana. Rencananya, produk Tatuis akan dirilis di Malaysia pada pertengahan tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×