kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Masih banyak UKM yang belum kantongi sertifikasi halal


Minggu, 30 September 2018 / 20:53 WIB
Masih banyak UKM yang belum kantongi sertifikasi halal
ILUSTRASI. PEMBERIAN SERTIFIKAT HALAL MUI


Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Dadan M. Ramdan

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH) adalah lembaga yang diberi mandat oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan produk halal. Adapun kewajiban penyelenggaraan ini berlaku paling lambat Oktober 2019. Meski demikian, banyak pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di daerah yang belum mengantongi sertifikat halal. Pasalnya, banyak UKM yang kurang peduli dan memiliki pengetahuan yang cukup akan pentingnya sertifikat halal dari produk yang mereka hasilnya.

Atas dasar itu, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) mengisisiasi program sosialisasi dan pendampingan bagi para produsen UKM kuliner Kripik Sanjai di Desa Manggis, Kelurahan Manggis Ganting Sanjai, Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat.

Heru Susetyo, Manajer Riset & Publikasi FH UI mengatakan, pendampingan yang dilakukan adalah pemberian pemahaman tentang perlunya pelaksanaan sertifikasi halal bagi UMKM kuliner Kripik Sanjai, sekaligus membantu dan memfasilitasi para produsen kripik sanjai untuk melakukan sertifikasi halal dari produk yang dihasilkan ke LPPOM Majelis Ulama Indonesia. Terdapat 10 UKM kuliner kripik sanjai yang menerima fasilitasi dengan pemberian bantuan sertifikasi halal," katanya kepada KONTAN, belum lama ini.

Heru menjelasakan, prioritas program ini adalah pemberdayaan dan peningkatan kapasitas bagi produsen UKM kuliner dalam rangka peningkatan kapasitas Indonesia dalam mengadakan halal tourism, khususnya produsen kripik sanjai. Sedangkan kripik sanjai merupakan salah satu produk kuliner unggulan Kota Bukittinggi. Kripik sanjai atau karupuak sanjai dalam bahasa lokal, adalah sebuah panganan kuliner berbahan dasar singkong, yang diproduksi secara turun-temurun. Adapun masalah yang dihadapi sekarang ini adalah masih sedikitnya produk kreasi para produsen kripik sanjai yang sudah bersertifikat halal sesuai ketentuan BPJPH.

Tercatat dari 182 unit usaha Kripik pada tahun 2011, dari 52 unit usaha yang disurvei, baru 37 yang memiliki izin usaha. Lalu, berdasarkan hasil preliminary research yang telah dilakukan FH UI, sekurang-kurangnya bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk sertifikasi halal hanya terbatas pada dua unit usaha Kripik Sanjai saja pada tahun 2015 yang lalu.  

Kemudian, berdasarkan penelitian permulaan di lapangan, dari produsen yang sudah memiliki sertifikasi halal, sebagian besar merasa enggan untuk memperpanjang masa keberlakuan sertifikat halal yang telah dimiliki. Padahal, Sumatera Barat, sebagai sebuah provinsi yang masyarakatnya mayoritas memeluk agama Islam, Sumatera Barat juga mendapatkan designasi sebagai destinasi pariwisata halal. Selain itu, Sumatera Barat telah mendapatkan penghargaan sebagai World Best Halal Culinary Destination, World Best Halal Destination, dan World Best Halal Tour Operator di ajang World Halal Tourism Award pada tahun 2016 silam.  

Menurut Heru, berangkat dari keberhasilan Sumatera Barat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Sumatera Barat sudah mulai mengorbitkan diri sebagai provinsi dengan outlook pariwisata berbasis kepada konsep halal tourism. Mengingat potensi yang besar tersebut, maka sudah seharusnya sertifikasi halal pada kuliner Sumatera Barat menjadi sesuatu hal yang wajib dan diperlukan. "Adanya sertifikasi produk kuliner halal, dapat turut mengembangkan halal tourism, khususnya di bidang halal culinary tourism. Maka dari itu, kegiatan pengabdian masyarakat ini dibuat, dengan melakukan sosialisasi mengenai pentingnya melakukan sertifikasi halal bagi produk kuliner, dalam hal ini Keripik Sanjai," terangnya.

Hanya saja, dari kegiatan sosialisasi dan pendampingan tersebut, tim FH UI masih banyak menemui kendala yang dihadapi di lapangan. Pertama, biaya sertifikasi di LPPOM MUI Sumatera Barat adalah harga maksimal untuk UMKM dalam mendaftarkan sertifikasi halal bagi produknya, yakni sekitar Rp 3,1 juta. Kedua, tidak adanya mekanisme pendaftaran secara daring untuk LPPOM MUI Provinsi Sumatera Barat. Ketiga, UKM Keripik Sanjai di Bukittinggi yang tidak tergabung di dalam asosiasi umumnya melakukan produksi tanpa memerhatikan kehigenisan bahan dan alat, serta proses, sehingga sulit untuk dibantu melakukan sertifikasi halal.

Memang, sentra produksi kerupuk sanjai di Kota Bukittinggi dikelola secara turun-temurun. Tapi kini mulai tumbuh pengusaha-pengusaha baru di sektor tersebut. Industri UKM kuliner kerupuk sanjai di Bukittinggi memiliki peran penting untuk menyerap tenaga kerja yang berasal dari warga sekitar dan juga trading komoditas yang menjadi bahan baku pembuatan kerupuk sanjai.

Para pengusaha kerupuk sanjai ini tergabung dalam sebuah Asosiasi Pengusaha Kerupuk Sanjai Bukittinggi yang diketuai oleh Zil Andri. Menurut Zil Andri, terdapat sekitar 60 pengusaha kerupuk sanjai di Kota Bukittinggi, namun hanya 31 pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Kerupuk Sanjai Bukittinggi. Hal ini disebabkan untuk menjadi anggota asosiasi, pengusaha harus memenuhi kriteria tertentu. Nah, kriteria itu ditetapkan untuk menjaga mutu dari keripik sanjai itu sendiri.

Zil menyambut baik upaya FH UI yang melakukan sosialisasi dan pendampingan mengenai pengurusan sertifikasi halal. Menurutnya, para pengusaha yang masuk asosiasi sudah melakukan sertifikasi halal, hanya saja belum diperpanjang. Sertifikasi halal sendiri merupakan salah satu syarat untuk masuk ke dalam asosiasi. "Banyak pengusaha kerupuk sanjai yang menolak mengikuti asosiasi dengan alasan dirasa tidak perlu keberadaan asosiasi dan syarat-syarat untuk ikut asosiasi, termasuk sertifikasi halal, dianggap hanya menyulitkan saja," ungkapnya.

Alasan mengapa sedikit yang mau melakukan sertifikasi halal adalah karena adanya anggapan tidak perlunya sertifikasi halal dan biaya sertifikasi halal yang cukup mahal. Biaya untuk mengurus sertifikasi halal bagi UKM adalah Rp 2,5 juta di Kota Padang dan Rp 3,1 juta di luar Kota Padang. Sementara ongkos untuk melakukan sertiikasi halal bagi rumah makan adalah Rp 2,4 juta di Kota Padang dan Rp 3,8 juta di luar Kota Padang.

Berdasarkan pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, usaha dengan status UMKM diberikan kelonggaran untuk biaya sertifikasi halal, karena diperbolehkan ditanggung oleh pihak lain. Sebab itu, baik pemerintah atau pihak swasta diharapkan lebih aktif dalam sosialisasi, pendampingan, dan bantuan keuangan terhadap UKM agar bisa mengantongi sertifikasi halal. Alhasil,  produk UKM memiliki daya saing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×