kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ongkos intervensi rupiah Rp 26 Triliun


Jumat, 15 Oktober 2010 / 10:02 WIB
Ongkos intervensi rupiah Rp 26 Triliun
ILUSTRASI. Aktivitas di Bursa Efek Indonesia


Reporter: Djumyati Partawidjaja, Hari Widowati, Andri Indradie, Ruisa Khoiriyah, Herry Prasetyo, | Editor: Edy Can

JAKARTA. Perang mata uang yang tengah berkecamuk di dunia, benar-benar terjadi di depan mata. Ini terlihat dari makin derasnya dana asing yang masuk ke pasar keuangan di emerging market, termasuk ke pasar Indonesia

Roland S. Haas, Director PT HB Capital Indonesia, menghitung, di awal 2010, dana asing yang masuk ke Indonesia hanya sekitar US$ 1 miliar per bulan. Tapi, "Di September 2010 melonjak menjadi US$ 5,6 miliar- US$ 5,8 miliar. Saya perkirakan akhir tahun ini bisa naik menjadi U$ 6 miliar per bulan," katanya

Banjirnya dana asing memaksa Bank Indonesia (BI) melakukan langkah serupa dengan bank sentral negara-negara lain, yakni intervensi agar rupiah tidak menguat drastis terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Menjaga stabilitas nilai tukar memang penting, antara lain untuk menjaga daya saing ekspor dan mencegah maraknya aksi spekulasi di pasar valuta.

Berdasarkan data IFR Markets yang KONTAN terima kemarin, BI termasuk satu dari enam bank sentral di Asia yang agresif melakukan intervensi. Selama periode 27 September-5 Oktober 2010 total intervensi keenam bank sentral tersebut US$ 23,2 miliar atau sekitar Rp 206,48 triliun, dengan kurs Rp 8.900 per dolar AS (lihat infografis). Selama sepekan itu, BI telah menggelontorkan US$ 2,95 miliar atau sekitar Rp 26,26 triliun untuk intervensi.

Seorang pejabat BI menyatakan, gara-gara serbuan dana panas itu, biaya operasi moneter BI membengkak. "Bisa naik di atas target awal yang Rp 22,4 triliun tahun ini," ujarnya.

Deputi Gubernur BI Budi Mulia menegaskan, biaya tersebut tidak terelakkan. "Kalau menjaga stabilitas tanpa biaya, saya tidak bisa membayangkan konstruksinya seperti apa,” katanya kepada KONTAN, Rabu (13/10). “Yang menjadi pertimbangan BI, nomor satu adalah menjaga makro dengan target inflasi. Nomor satu lagi, rupiah yang stabil. Nomor satu lagi, memastikan ini berkelanjutan. Ini semua meng-create biaya," ujarnya.

Chief Economist Bank Mandiri Mirza Adityaswara mengingatkan, kalau kondisi ini terus terjadi, biaya operasional BI bisa bertambah besar. Agar keuangan BI tak terancam, solusinya, BI membiarkan rupiah menguat. Singapura membiarkan mata uangnya menguat, meski perekonomiannya kontraksi.

Solusi kedua, menempatkan dollar AS di surat utang negara lain atau obligasi korporasi dollar yang bluechip. Solusi lain, meniru Bank of Thailand yang mengenakan pajak 15% terhadap dana asing di obligasi pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×