kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Permintaan kredit seret, bank memperbesar penempatan dana di surat berharga


Senin, 25 Januari 2021 / 06:35 WIB
Permintaan kredit seret, bank memperbesar penempatan dana di surat berharga


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum terlihat sinyal pemulihan ekonomi dan juga permintaan kredit, membuat bank masih akan mengoleksi surat berharga dibandingkan memaksa ekspansi kredit. Strategi ini tahun lalu jadi andalan perbankan buat mengelola likudiitas mereka.

Hal tersebut terbukti dari kepemilikan surat berharga negara (SBN) oleh perbankan yang tumbuh sampai lebih dari dua kali lipat tahun lalu. Sampai akhir tahun lalu, Kementerian Keuangan mencatat, perbankan memiliki SBN senilai Rp 1.357 triliun atau setara 35,54% dari total SBN beredar. Nilai tersebut meningkat 2,3 kali lipat dibandingkan akhir 2019 senilai Rp 581 triliun atau setara 21,12% total SBN beredar.

Sementara hingga 21 Januari 2021, nilai kepemilikan SBN oleh perbankan juga telah mencapai Rp 1.534 triliun, atau telah tumbuh 13,04%.

Baca Juga: Pemerintah menargetkan dana Rp 14 triliun pada lelang enam seri SBSN, Selasa (26/1)

Presiden DIrektur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiatmadja mengatakan, koleksi surat berharga memang bisa jadi alternatif di tengah paceklik permintaan kredit kini.

“Sementara memang ke SBN, namun prioritas akan tetap ke kredit karena marjin lebih baik meskipun memang risikonya tinggi,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (24/1).

Bagi BCA, membeli surat berharga juga menjadi salah satu strategi mengelola likudiitas. Apalagi, Jahja bilang, loan to deposit ratio (LDR) BCA kini sangat longgar dan berada pada level 70%. Maklum, dana pihak Ketiga (DPK) BCA sampai November telah tumbuh 15,21% (ytd) menjadi Rp 805,686 triliun, sementara kredit masih terkontraksi 3,69% (ytd) menjadi Rp 566,533 triliun.

Sementara pada periode yang sama kepemilikan surat berharga BCA tercatat senilai Rp 191,107 triliun, tumbuh lebih tinggi dari DPK yakni sebesar 29,26% (ytd) dibandingkan akhir 2019 senilai RP 147,845 triliun.

Menyimpan surat berharga bahkan bisa jadi penopang pendapatan, misalnya bagi PT Bank BNI Syariah yang sampai November 2020 mencatat laba bersih Rp 422 miliar. Direktur Keuangan dan Operasional BNI Syariah Wahyu Avianto mengatakan, laba BNI Syariah salah satunya ditopang pendapatan investasi.

“Laba kami salah satunya disumbang pendapatn investasi tresuri yang tumbuh sampai 37,5% menjadi Rp 738 miliar, dibandingkan tahun lalu senilai Rp 536 miliar,” katanya kepada Kontan.co.id.

Wahyu menambahkan, pendapatan investasi utamanya ditopang oleh portofolio tresuri yang tumbuh sebesar 28,3% menjadi Rp 18 triliun, dimana instrumen SBSN jadi salah satu portofolio yang sering dikoleksi perseroan dengan pertumbuhan 75% (yoy).

“Seiring optimisme pemulihan ekonomi tahun ini, dan kondisi likuiditas kami yang baik dengan financing to deposit ratio (FDR) 80% kami masih punya cukup likuiditas untuk bekal ekspansi,” kata Wahyu.

Selanjutnya: Kupon ORI019 ditetapkan sebesar 5,57%, catat jadwal penawarannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×