Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tim likuidasi PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha yang digadang-gadang bisa membantu menyelesaikan hak pemegang polis tak kunjung terbentuk. Ini imbas dari Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang tak memenuhi kuorum.
Sebagai informasi, manajemen Wanaartha Life telah melaksanakan RUPSLB sebanyak dua kali dan keduanya tak memenuhi kuorum. RUPSLB tersebut dilaksanakan pada 26 Desember 2022 dan 9 Januari 2023.
Presiden Direktur Wanaartha Life Adi Yulistanto menjelaskan bahwa pada RUPSLB pertama yang hadir hanya pemegang saham minoritas Yayasan Sarana Wana Jaya yang memegang 2,46% saham, sehingga tak memenuhi kuorum.
Selanjutnya, pada RUPSLB kedua, Adi menyebut ada sebuah kemunduran dimana tidak ada pemegang saham yang hadir. Alhasil, tim likuidasi justru yang jadi salah satu agenda dalam RUPSLB tersebut tak terbentuk.
Baca Juga: Likuidasi Tak Kunjung Beres, Berapa Aset Sisa Wanaartha Life?
“Kami agak surprise kali ini karena beliau tidak hadir dari yayasan sehingga bisa dikatakan RUPSLB tetap terlaksana tapi kuorumnya 0%,” ujar Adi dalam konferensi pers, Senin (9/1).
Lebih lanjut, Adi berencana untuk menjadwalkan ulang RUPSLB untuk ketiga kalinya. Dimana, ada batas waktu 7-21 hari setelah jadwal RUPSLB yang kedua ini sesuai undang-undang yang berlaku.
“Rapat ketiga baru bisa kami panggil pada para pemegang saham apabila sudah ada penetapan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” jelasnya.
Di saat pemegang saham tak hadir dalam RUPSLB, justru hadir Tim Likuidasi yang diketuai oleh Harvardy M. Iqbal. Mereka mengklaim telah ditunjuk oleh pemegang saham melalui rapat sirkuler dan mewakili pemegang saham untuk RUPSLB.
Harvardy menegaskan bahwa kehadirannya di RUPSLB untuk membahas keabsahan dirinya sebagai tim likuidasi. Hanya saja, kehadirannya ditolak oleh manajemen karena dinilai tidak memenuhi dokumen yang dipersyaratkan.
Ia juga berpendapat bahwa dengan sudah terbentuknya Tim Likuidasi ini, direksi sudah tidak memiliki kewenangan untuk mengurus perusahaan. Ditambah, agenda RUPSLB sama dengan rapat sirkuler yang diklaim sudah dilakukan pada Desember lalu.
“Untuk apa lagi ada RUPSLB dengan agenda yang sama? Kalaupun ada perselisihan antara pemegang saham dengan direksi, tidak dilimpahkan kepada kami tim likuidasi,” jelas Harvardy.
Meski telah mengklaim telah ditunjuk sebagai tim likuidasi, penolakan Harvardy juga datang dari para pemegang polis. Perwakilan Aliansi Korban Wanaartha Life Johannes Buntoro mengungkapkan bahwa pemilihan tim likuidasi secara sepihak oleh pemegang saham dinilai tidak adil.
Baca Juga: Tak Berpihak pada Nasabah, Dualisme Terjadi di Wanaartha Life
Ia meminta penunjukan tim likuidasi bisa dilakukan secara adil, dimana ada keterlibatan dari manajemen Wanaartha Life ditambah oleh perwakilan dari pemegang polis. Alasannya, mayoritas uang perusahaan berasal dari pemegang polis.
“kami juga minta dari nasabah dilibatkan karena kami melihat sudah tiga tahun hanya dijanjikan akan segera beres tapi tak selesai sampai sekarang,” ujarnya.
Melihat perseteruan dalam pembentukan tim likuidasi ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tampaknya perlu mengambil sikap. Mengingat, OJK memiliki kewenangan membentuk tim likuidasi jika RUPS tidak bisa memberikan keputusan 30 hari setelah pencabutan izin usaha.
Tentu, hal tersebut sudah bisa dilakukan karena pencabutan izin usaha Wanaartha Life dilaksanakan 5 Desember 2022 yang berarti jangka waktunya habis pada 5 Januari 2023.
KONTAN telah mencoba menghubungi OJK terkait hal ini, hanya saja tak ada komentar apapun dari mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News