kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bankir tak sependapat dengan Bank Dunia Soal pengawasan konglomerasi keuangan


Rabu, 11 September 2019 / 19:38 WIB
Bankir tak sependapat dengan Bank Dunia Soal pengawasan konglomerasi keuangan
ILUSTRASI. Layanan nasabah perbankan


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bankir tak sepakat dengan anjuran Bank Dunia yang meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mesti mengawasi konglomerasi keuangan secara mandiri.

Anjuran tersebut disampaikan Bank Dunia dalam paparan bertajuk Global Economics Risks and Implications for Indonesia. Alasannya, 88% aset industri perbankan dikuasai oleh konglomerasi keuangan.

“Sudah ada pengawasan terintegrasi yang terpisah dari pengawasan bank,” kata Direktur Utama PT Bank Mega Tbk (MEGA) Kostaman Thayib kepada Kontan.co.id, Rabu (11/9).

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja juga bilang OJK tak perlu menuruti anjuran Bank Dunia. Alasannya, hal tersebut bisa membuat ruang gerak bank menjadi terbatas.

Baca Juga: Bantah Bank Dunia, OJK awasi ketat konglomerasi keuangan

“Tidak perlu, yang sudah ada cukup detil. Nanti financial business jadi sulit, tidak bisa lepas kredit karena mesti mengurusi banyak larangan,” katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (11/9).

Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) Efdinal Alamsyah juga menyatakan hal senada. Ia bilang sejatinya OJK telah melakukan pengawasan terhadap konglomerasi keuangan, meskipun dilakukan secara terintegrasi alih-alih mandiri.

“Setahu saya pada 2014 OJK telah mengeluarkan ketentuan terkait pengawasan konglomerasi, yaitu tentang Penerapan Manajemen Risiko Terintegrasi Bagi Konglomerasi Keuangan dan tentang Penerapan Tata Kelola Terintegrasi Bagi Konglomerasi Keuangan,” katanya.

Baca Juga: Bantah Bank Dunia, OJK: Konglomerasi keuangan kuasai 65,8% aset industri keuangan

Mesi demikian Efdinal menilai, pengawasan terintegrasi tersebut sejatinya memang perlu disempurnakan. Alasannya, karena saat ada beberapa entitas utama dalam konglomerasi keuangan yang berasal dari industri keuangan non bank (IKNB) maupun pasar modal yang pengawasannya secara mandiri tak seketat pengawasan terhadap perbankan.

“Kalau entitas utama dari konglomerasi keuangan adalah bank tidak jadi soal, karena bank sudah diatur sedemikian ketat. Namun kalau entitas utamanya adalah non bank, asuransi misalnya memang perlu ditingkatkan, misalnya agar tak terjadi kasus seperti Jiwasraya. Saya tidak sependapat dengan Bank Dunia, OJK hanya perlu menyempurnakan pengaturan dan pengawasan yang ada saat ini,” lanjutnya.

Hingga akhir 2018, OJK mencatat setidaknya ada 48 konglomerasi keuangan, mereka punya total nilai aset Rp 6.930 triliun atau setara 65,75% dari total aset industri keuangan senilai Rp 10.539 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×