kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,20   6,85   0.74%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penurunan margin bunga bersih merata di Asia Tenggara


Rabu, 30 Oktober 2019 / 06:27 WIB
Penurunan margin bunga bersih merata di Asia Tenggara
ILUSTRASI. Teller menghitung rupiah di penukaran uang Jakarta, 13 Agustus 2018. Tren penurunan margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) merata di Asia.


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja bank di kuartal ketiga mulai menurun. Ini dilihat dari margin bunga bersih alias net interest margin (NIM) perbankan. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Agustus 2019, NIM perbankan berada di 4,9%, turun dari 5,14% dari Agustus tahun lalu.

Di sisi lain, walau NIM perbankan di Indonesia menurun, realisasi tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan pencapaian negara Asean lain. Semisal Singapura yang mencatatkan NIM 1,6% per Desember 2018 dan Filipina pada periode kuartal II 2019 membukukan realisasi NIM 3,62%.

Bahkan tiga bank terbesar di Singapura seperti DBS, OCBC dan UOB hingga kuartal II 2019 lalu masih membukukan NIM di kisaran 1,6%-2,1%, jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata NIM perbankan di Tanah Air.

Baca Juga: Duh, Kredit Bermasalah Masih Menghantui Kinerja Perbankan premium

Pada kuartal ketiga, PT Bank Mandiri Tbk mencatat NIM 5,58%, turun 8 basis points (bps) secara tahunan. Penurunan ini disebabkan oleh tingginya pertumbuhan beban bunga BMRI di kuartal III 2019 sebesar 24,88% yoy dari Rp 19,08 triliun menjadi Rp 23,83 triliun. Sedangkan pendapatan bunga tumbuh lebih rendah sebesar 14,04%.

Direktur Bisnis dan Jaringan Bank Mandiri Hery Gunardi menerangkan, penurunan NIM juga disebabkan oleh adanya perubahan segmen kredit Bank Mandiri dari korporasi ke segmen kecil seperti UKM. "Penurunan NIM masih lebih baik dibandingkan dengan bank pesaing (peers) kami," kata Hery, Senin (28/10).

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) justru mencatatkan peningkatan NIM secara tahunan dari 6,07% menjadi 6,23% pada kuartal III 2019. BCA bisa dibilang cukup irit dalam mengelola biaya dana alias cost of fund (CoF).

Terbukti dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 10,4% yoy menjadi Rp 683,05 triliun. Dari total dana pihak ketiga (DPK) tersebut, 75% di antaranya merupakan dana murah yang naik 7,6% secara yoy menjadi Rp 513,88 triliun.

Baca Juga: Pendapatan bunga bersih perbankan mulai seret

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan bahwa pihaknya memang telah melakukan strategi penyesuaian suku bunga lebih cepat dibandingkan industri.

"Tahun lalu ada gejala kenaikan tinggi bunga kredit, makanya kami cepat naikkan tinggi sekali sehingga bisa menarik dana masyarakat cukup besar," katanya.

Namun, saat ini pihaknya sudah menurunkan tingkat bunga deposito untuk meringankan beban bunga. Dalam satu tahun terakhir, bank dengan kode saham BBCA ini sudah menyesuaikan bunga deposito sekitar 75 basis poin (bps) secara rata-rata.

Analis DBS Group Singapura Rui Wen Lim mengatakan, dampak persaingan bunga di industri perbankan Singapura dan pelemahan ekonomi global bakal berimbas terhadap NIM. "Menurut analisa kami, suku bunga pinjaman yang ditawarkan di seluruh bank Singapura telah menurun sebesar 20-30 basis poin dalam dua kuartal pertama 2019," tulis Rui dalam riset, Rabu (23/10).

Meski begitu secara rata-rata, bank di Singapura mencatatkan peningkatan NIM sebesar 1-7 bps dari periode akhir 2018 ke kuartal I 2019. Namun, tekanan NIM masih akan berlanjut sampai dengan tahun 2020 mendatang tergantung pada penurunan tingkat bunga di pasar. "Setiap penurunan 25 bps di bunga kredit, akan ada dampak penurunan 1-3 bps terhadap NIM di tahun 2020," lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×