kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,44   -8,07   -0.86%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bank Tidak Siap Terapkan PSAK 50 & 55


Kamis, 22 Oktober 2009 / 09:40 WIB
Bank Tidak Siap Terapkan PSAK 50 & 55


Reporter: Dyah Megasari | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Sebagian besar industri perbankan mengaku belum siap menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) pasal 50 dan 55. Hasil survei Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) mengatakan, sekitar 70% dari bank yang ada di Indonesia belum benar-benar siap menerapkan standar PSAK tersebut.

Menurut Ketua Umum Perbanas, Sigit Pramono, responden survei ini mencakup 90% dari seluruh industri perbankan di Indonesia.

Survei yang menunjukkan ketidaksiapan perbankan ini tentu mengkhawatirkan. Sebab PSAK yang telah mengalami perubahan pada 2006 lalu tersebut wajib diterapkan pada awal 2010 mendatang.

PSAK 50 mengenai akuntansi investasi efek tertentu mengatur cara penyajian investasi bank dalam bentuk surat berharga. Sedangkan PSAK 55 mengatur penyajian instrumen keuangan, yakni cara pengakuan dan pengukuran aset bank berupa instrumen derivatif.

Sedianya, BI akan mewajibkan penerapan kedua PSAK tersebut secara bertahap, mulai 2010. Kedua standar itu baru wajib diterapkan secara penuh pada 2012.

Keberatan perbankan

Perbankan belum siap menerapkan PSAK 50 dan 55, antara lain karena sumber daya manusia dan teknologi untuk melakukan kegiatan operasional belum siap. "Penerapan ini memang berujung ke duit yang harus disiapkan bank karena investasinya lumayan mahal," ujar Sigit. Perkiraan ongkos investasi sistem ini US$ 1 juta - US$ 2 juta.

Alasan lain yang lebih mengkhawatirkan, penerapan PSAK 50 dan 55 bisa mengakibatkan perubahan besar terhadap neraca bank. Chief Financial Officer Bank Mandiri, Pahala Nugraha Mansyuri, bilang, bank harus membukukan penilaian aset maupun kewajiban berdasarkan nilai wajar. Dalam PSAK yang berlaku saat ini, bank cukup membukukan surat berharga dan instrumen derivatif berdasarkan nilai perolehan.

Dalam kedua PSAK baru, biaya pencadangan atau provisi tidak lagi merujuk ke aturan BI tentang kolektibilitas kredit. Tapi, berdasarkan penilaian potensi kerugian atas naik turunnya tiap aset. Jadi, cara penilaian pencadangan tiap bank berbeda-beda.

"Ini mesti ada solusinya, karena tidak adanya kesamaan antara bank yang satu dengan yang lain. Perhitungannya juga beda dengan aturan perpajakan," ujar Sigit.

Menurut Kepala Biro Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Narni Purwati, BI akan memberikan sanksi administrasi bila bank tak menerapkan PSAK ini. Menurutnya, kedua aturan itu penting karena, "Masyarakat bisa menilai langsung kondisi keuangan tiap bank," tandasnya.

Selain itu bank bisa mendapat opini tidak wajar dari akuntan publik jika tidak menyajikan laporan keuangan sesuai PSAK tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×