kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bursa meriah, reksadana baru berlomba menggoda


Rabu, 06 Maret 2013 / 15:15 WIB
Bursa meriah, reksadana baru berlomba menggoda
ILUSTRASI. Sunmi, merupakan mantan member Wonder Girls yang kini menjadi solois populer di Korea


Reporter: Ruisa Khoiriyah, Aceng Nursalim, Dessy Rosalina | Editor: Imanuel Alexander

JAKARTA. Pagelaran pemilihan umum tinggal setahun lagi. Tak heran, tahun ini disebut sebagai tahun politik. Suhu politik mulai memanas. Konflik partai politik banyak menghiasi headline media massa.

Di pasar modal, suhu juga tak kalah panas. Namun, suhu panas di pasar modal awal tahun ini adalah panas yang membuat sumringah para pelaku pasar.

Betapa tidak? Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus melambung dan memperbarui rekor terbarunya. Rabu (27/2), IHSG sempat mencapai 4.721,27, sebelum akhirnya ditutup di level 4.716,41.

Ini artinya, tak sampai dua pekan, indeks berlari 100 poin. Jika menghitung dari awal tahun, kenaikan IHSG mencapai 8,51%. Sentimen positif datang dari publikasi kinerja emiten tahun 2012. Optimisme pelaku pasar global demi melihat perkembangan ekonomi Amerika Serikat (AS) juga menjadi bahan bakar laju IHSG.

Banjir duit panas

Jika kita cermati, sejatinya, sentimen miring sempat menerpa pasar modal. Sebut saja, defisit neraca berjalan RI yang mencapai US$ 7,76 miliar pada kuartal IV-2012. Yang lain adalah pelemahan nilai tukar rupiah dan prediksi bahwa target inflasi tahun ini akan meleset dari 4,5% menjadi 5%.

Meskipun demikian, sentimen itu tak menyurutkan animo investor asing untuk masuk pasar modal kita. Dana asing jangka pendek alias hot money mengalir deras. Sejak awal tahun, total nilai beli bersih asing di bursa saham domestik telah menembus US$ 1,65 miliar atau sekitar Rp 16 triliun. Itu hanya dalam rentang dua bulan!

Di pasar obligasi, investor asing juga merajalela. Total kepemilikan investor asing di Surat Utang Negara (SUN) per 26 Februari mencapai Rp 280,51 triliun. Angka itu mencapai 33,61% dari total SUN yang diperdagangkan di pasar.

Menilik pertumbuhannya, sejak awal 2013 hingga 26 Februari lalu, kepemilikan asing di SUN meningkat 3,7% atau setara Rp 10,45 triliun. “Pasar euforia, dana asing melimpah ditambah daya beli domestik juga tinggi,” kata Lana Soelistianingsih, Kepala Ekonom Samuel Sekuritas.

Di tengah euforia pasar itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengejutkan publik dengan pengumuman pencalonan Agus Martowardojo, Menteri Keuangan RI, sebagai kandidat tunggal Gubernur Bank Indonesia (BI).

Di negara mana pun, posisi menteri keuangan dan gubernur bank sentral adalah sangat vital di mata para pelaku pasar. Spekulasi pun merebak di pasar tentang sosok pengganti kursi Lapangan Banteng-1 jika Agus Marto terpilih menjadi Gubernur BI.

Di mata analis dan manajer investasi (MI), isu Menkeu dan Gubernur BI memang krusial. Namun, agaknya isu itu belum terlalu mempengaruhi animo pelaku pasar. Buktinya, indeks saham terus memecah rekor dan pasar obligasi juga meriah.

Otot bursa saham dan obligasi yang kian kencang adalah kabar baik bagi para investor reksadana. Coba tengok harga unit penyertaan reksadana atau nilai aktiva bersih (NAB) Anda. Jika MI pilihan kita memang jagoan, seharusnya harga tiap unit reksadana itu juga melesat.

Namun sayang, menilik pertumbuhan indeks reksadana yang diramu PT Infovesta Utama, kinerjanya masih belum menyamai IHSG. Indeks reksadana saham Infovesta misalnya, baru tumbuh 6,6% sejak awal tahun. Indeks reksadana campuran tumbuh 4,4%, dan indeks reksadana pendapatan tetap cuma meningkat 0,54%.

Toh, para MI terus membanjiri pasar dengan produk-produk reksadana anyar. Vilawati, analis Infovesta Utama, menilai, kendati kinerja masih belum melampaui laju IHSG, prospek investasi di reksadana masih terbuka lebar. Selama kinerja pasar modal stabil dan aliran dana asing terus deras, reksadana layak menjadi pilihan berinvestasi, termasuk untuk para investor ritel.

Siapa saja MI yang hendak merilis produk baru? Lantas, bagaimana prospek produk reksadana-reksadana yang baru meluncur di pasar? Simak ulasan berikut.

Manulife Saham SMC Plus

Manajer Investasi asal Kanada, Manulife Aset Manajemen Indonesia, merilis Manulife Saham SMC Plus pekan lalu (27/2). Aset dasar reksadana saham ini berupa saham-saham berkapitalisasi kecil dan menengah. Indeks yang menjadi tolok ukur produk ini adalah MSCI Indonesian Small and Mid Cap.

Produk ini menyasar investor ritel dengan membanderol pembelian minimal mulai Rp 100.000 saja. Biaya manajemen dan kustodian produk ini maksimal 3% dan 0,25% per tahun. Sedang biaya penjualan dipatok di tahun pertama dan kedua masing-masing 2% dan 1%. Manulife tidak menarik biaya pembelian. “Target return 14%-17% per tahun,” ujar Alvin Pattisahusiwa, Direktur Investasi Manulife Indonesia.

Presiden Direktur Manulife Aset Manajemen Indonesia Legowo Kusumonegoro berujar, produk baru ini diperuntukkan bagi investor dengan profil risiko agresif dan toleransi risiko tinggi. Pasalnya, dengan aset dasar saham kapitaliasi kecil dan menengah, fluktuasi SMC Plus akan jauh lebih tinggi ketimbang produk yang berisi saham-saham berkapitalisasi besar. Oh, iya, pemilihan saham memakai pendekatan bottom up, sementara pemilihan sektornya top down.

Dalam kamus manajer investasi, pendekatan bottom up berarti memilih saham berdasarkan kondisi fundamental tanpa terlalu menimbang kondisi makroekonomi (security selection). Sedangkan, top down lebih menimbang pengaruh kondisi ekonomi makro terhadap kinerja sektor saham.

MNC Dana Syariah Ekuitas

Saham-saham lapis kedua (second liner) agaknya tengah menjadi primadona para MI. Produk terbaru MNC Asset Management ini juga akan memutar banyak dana kelolaannya di second liner. Harga saham lapis kedua dianggap berpeluang naik lebih besar ketimbang bluechips. “Kami koleksi saham yang diprediksi memberi return tinggi dalam jangka panjang,” kata Suwito Haryatno, Direktur MNC Asset Management.

Sektor saham yang diincar adalah produsen barang konsumsi, infrastruktur, dan properti. Strategi investasi MNC untuk mengolah reksadana ini adalah buy and hold. Saham diseleksi dengan pendekatan bottom up.

MNC Dana Syariah ditargetkan bisa memberikan untung 15%-20% per tahun. Adapun target dana kelolaan Rp 100 miliar-Rp 200 miliar tahun ini. Catatan saja, MNC Dana Syariah Ekuitas adalah reksadana saham syariah perdana MNC.

Analis Finera Prosperindo Edbert Suryajaya menilai, dengan stempel syariah, reksadana ini memiliki keterbatasan pilihan aset. Maklumlah, tidak semua saham bisa dikategorikan saham syariah. “Porsi besar reksadana syariah biasanya saham komoditas yang volatilitasnya cukup tinggi. Investor yang siap dengan risiko tinggi mungkin cocok dengan produk ini,” kata dia. Hitungan dia, return produk ini bisa 11%-12% setahun.

ETF Indo Premier


Tak cukup puas dengan dua produk exchange trade fund (ETF) yang sudah terlebih dahulu meluncur ke pasar, Indo Premier Investment Management berencana merilis ETF baru akhir bulan depan.

Direktur Indopremier Investment Management Diah Sofiyanti bilang, saat ini perizinan produk terbaru itu masih di regulator. Alhasil, ia belum bisa menyebut nama resmi produk tersebut. Yang pasti, setoran awal ETF ini tak murah di kantong investor ritel, yakni Rp 50 juta-Rp 70 juta. “Investor juga bisa membeli di pasar sekunder dengan harga lebih murah, berkisar Rp 170.000-Rp 175.000 per lot,” kata Diah.

ETF Indo Premier terbaru ini diproyeksikan bisa memberikan imbal hasil berkisar 15%-16% setahun. Oh, iya, ETF merupakan reksadana terbuka yang unit penyertaannya diperdagangkan di BEI. Jadi, selain bisa membeli di pasar primer seperti reksadana umumnya, investor bisa membelinya di pasar sekunder dengan nilai investasi lebih kecil.

Di pasar, saat ini, ada tiga produk ETF, yaitu ABF IBI Fund, Premier ETF IDX30, dan Premier ETF LQ-45. Premier ETF LQ-45 besutan Indo Premier memberikan keuntungan tertinggi, yakni sebesar 62,16% selama tiga tahun terakhir.

Anda yang ingin menjajal peruntungan berinvestasi di produk ini tidak ada salahnya mencoba. Cuma, perlu diingat, karena diperdagangkan di bursa saham laiknya saham, risiko dari volatilitas harganya juga tinggi seperti saham.

Eastspring Investments

Eastspring Investsments Indonesia yang masih satu grup dengan Prudential Plc Inggris berencana meluncurkan produk baru mereka ke pasar Indonesia. Produk reksadana pendapatan tetap itu bernama Eastspring Investments IDR High Grade.

Awal tahun ini, produk tersebut sudah mendapatkan pernyataan efektif. “Dalam waktu dekat akan kami luncurkan,” ujar Riki Frindos, Chief Executive Officer Eastspring Investments Indonesia. Dana investor akan diputar di aset surat utang negara (SUN) dan obligasi korporasi dengan kategori layak investasi (investment grade). Eastspring mengincar para investor ritel dengan banderol investasi minimal Rp 100.000. “Biaya pembelian 1% saja,” kata Riki.

Catatan saja, Eastspring juga telah meluncurkan reksadana saham bernama Eastspring Investments Alpha Navigator. Sejak diluncurkan Agustus 2012 lalu, imbal hasil produk tersebut tercatat 12,68%.

MNC Dana Kombinasi Konsumen

Reksadana campuran racikan MNC Asset Management ini akan memutar dana di saham sektor produsen barang konsumsi dan penunjangnya.

Untuk aset surat utang, MNC juga mengincar obligasi terbitan perusahaan-perusahaan sektor barang konsumsi. Komposisi asetnya adalah 50% di saham konsumsi, 40% di obligasi korporasi, dan sisanya di surat utang negara. Jika pasar saham tengah bergairah (bullish), porsi saham bisa dikerek hingga 60% dari dana kelolaan.

Suwito bilang, seleksi saham akan dilakukan dengan pendekatan bottom up dengan ketat. Pasalnya, mayoritas saham-saham konsumsi di pasar saat ini harganya sudah tinggi. Strategi market timing dan pembelian bertahap menjadi pilihan.

Adapun obligasi yang dipilih minimal berperingkat A-, seperti obligasi PT Mayora Indah Tbk yang terbit Mei 2012. “Rata-rata kupon yang dikoleksi berkisar 7%-9%,” jelasnya.

Produk ini ditargetkan bisa memberikan imbal hasil 10%-15% per tahun. Dengan isi keranjang campuran, reksadana ini cocok untuk Anda yang memiliki profil risiko moderat, dengan tujuan investasi menengah di bawah 10 tahun.

Edbert menilai, produk ini cukup layak dipertimbangkan. Sebab, sektor konsumsi terbukti tahan banting menghadapi gempuran sentimen negatif baik di pasar mancanegara maupun pasar domestik. Cuma, ancaman inflasi tahun ini bisa membatasi kenaikan harga saham consumer goods. “Prediksi saya, return reksadana campuran di industri tahun ini berkisar 9% - 12%,” kata dia.

Oh, iya, selain produk ini, MNC juga baru merilis reksadana campuran syariah bernama MNC Syariah Kombinasi. Selain memutar dana di saham syariah, produk ini juga menempatkan dana di sukuk. MNC berharap, produk ini menghasilkan return 10% -15% per tahun.


***Sumber : KONTAN MINGGUAN 23 - XVII, 2013 Reksadana


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×