kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kredit bermasalah (NPL) bank meningkat di awal tahun 2021, ini penyebabnya


Senin, 29 Maret 2021 / 10:58 WIB
Kredit bermasalah (NPL) bank meningkat di awal tahun 2021, ini penyebabnya


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) perbankan mengalami peningkatan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat NPL perbankan per Februari 2021 secara gross ada di level 3,21% dan 1,04% secara net.

Posisi tersebut mengalami peningkatan dari bulan sebelumnya dan juga tahun 2020. Per 2021, NPL gross ada di level 3,17% dan secara net 1,03%. Sementara per akhir 2020, NPL gross tercatat 3,06%. Di tengah meningkatnya resiko kredit tersebut, penyaluran kredit juga semakin terkontraksi 2,15% per Februari, naik dari kontraksi bulan sebelumnya sebesar 1,92%. 

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), salah satu bank yang sedikit mengalami kenaikan NPL di awal tahun ini. Pasalnya, kredit yang direstrukturisasi karena terdampak Covid-19 sudah ada yang mulai down grade ke NPL.

Namun, Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto mengatakan, kualitas kredit restrukturisasi Covid-19 tersebut masih dalam level yang terkendali hingga posisi akhir Februari 2021. "Kisaran NPL untuk restrukturisasi Covid-19 masih sekitar 2%," katanya pada KONTAN, Jumat (28/3).

Untuk menjaga kualitas kredit tetap terkendali, BRI melakukan langkah memonitoring kredit terdampak Covid-19 yang direstrukturisasi secara ketat. Pada akhir Maret 2021, bank ini terhitung telah melakukan program restrukturisasi Covid-19 dalam waktu 12 bulan. Oleh karena itu, Agus bilang monitoring yang ketat merupakan fokus utama perseroan dalam menjaga NPL.

Baca Juga: NPL perbankan mengalami peningkatan

Hingga akhir tahun 2021, BRI menargetkan akan menjaga NPL di bawah 3%. Sementara tren restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 di bank ini sudah semakin melandai.  Puncaknya sudah terjadi  pada September 2020 dengan jumlah debitur hampir 3 juta debitur dengan outstanding kredit Rp193 triliun. Jumlah tersebut terus menurun sejak Oktober 2020 dan konsisten hingga Desember 2020.  Penurunannya terus berlanjut hingga pada Februari 2021 menjadi 2,7 juta dengan outstanding Rp189,3 triliun. 

Sementara Bank Mandiri Tbk telah melakukan restrukturisasi kredit senilai Rp 123 triliun  sepanjang 2020. Pada akhir tahun, jumlahnya sudah turun ke level Rp 93 triliun karena banyak debitur yang sudah kembali pulih karena berhasil melakukan penyesuaian model bisnis dengan kondisi pandemi.

Sementara jumlah kredit yang berpotensi jadi NPL telah menurun dibandingkan proyeksi sebelumnya. Akhir tahun 2020, Bank Mandiri memprediksi sekitar 10%-11% dari kredit yang direstrukturisasi berpotensi downgrade jadi kredit bermasalah.  Namun, saat ini diproyeksi hanya sekitar 8% dari Rp 93 triliun. "Pada akhir 2020, baru sekitar 0,3%-0,4% dari kredit yang direstrukturisasi ini jatuh ke NPL," kata Direktur Manajemen Risiko Ahmad Siddik Badruddin.

Meskipun proyeksi kredit yang berpotensi jadi NPL turun, Bank Mandiri akan melakukan tambahan pencadangan opsional tahun ini sebesar Rp 1 triliun untuk debitur restrukturisasi terdampak Covid-19. Sementara tahun 2020, perseroan sudah melakukan pencadangan sebesar Rp 4,5 triliun sehingga total cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang dialokasikan mengantisipasi risiko NPL mencapai Rp 5,5 triliun.

Selanjutnya: NPL KPR dipastikan bakal melandai bila ekonomi pulih

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×