kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45922,49   -13,02   -1.39%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

OJK berencana amendemen payung hukum fintech


Selasa, 30 Januari 2018 / 19:35 WIB
OJK berencana amendemen payung hukum fintech
ILUSTRASI. Ilustrasi Fintech


Reporter: Umi Kulsum | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana mengamendemen Peraturan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI).

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan, hal ini menyusul dibolehkannya perusahaan fintech lending ini menjual surat berharga negara (SBN).

Selain itu, munculnya fintech syariah maupun fintech yang memiliki produk syariah juga menjadi landasan lain akan diperbaharui peraturan tersebut.

Dalam hal ini, menurut Hendrikus, seperti misalnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menunjuk PT Radhika Investree Jaya (Investree) sebagai agen penjual SBN ritel yang rencananya akan secara resmi didistribusikan pada April 2018 mendatang.

Seperti diketahui, pada hari ini (30/1), Investree juga sudah secara resmi meluncurkan produk pembiayaan yang berbasis syariah.

"Mungkin baru akan dua poin itu, tak menutup kemungkinan akan ada pemikiran baru. Saat ini yang terpenting buat kami adalah perlindungan kepada konsumen," kata Hendrikus," Selasa (30/1).

Rencana amandemen ini disebut Hendrikus masih dalam proses pengkajian dan tahap diskusi lebih lanjut. Pihaknya juga akan segera mengadakan komunikasi dengan berbagai pihak baik pelaku usaha maupun lembaga terkait.

Mengenai implementasi rencana ini, Hendrikus belum bisa memastikan secara pasti apakah akan rampung di tahun ini. Hanya saja akan diusahakan sesegera mungkin.

"Tapi yang jelas POJK 77 itu hanya mengatur fintech konvensional sedangkan untuk syariah belum sehingga akan disesuaikan lagi dengan kondisi yang ada," terang Hendrikus

Sekedar tahu, dalam beleid POJK 77 tahun 2016 tertuang penyelenggara fintech lending dapat berbentuk badan hukum perseroan terbatas (PT) atau koperasi. Baik berbentuk PT maupun koperasi, penyelenggara wajib memiliki modal disetor minimal Rp 1 miliar pada saat pendaftaran.

Sedangkan pada saat permohonan izin, penyelenggara wajib memiliki modal sendiri sebesar Rp 2,5 miliar. Permohonan pendaftaran dilakukan paling lambat enam bulan setelah POJK ini diundangkan. Sementara itu, permohonan izin disampaikan maksimal satu tahun setelah penyelenggara terdaftar di OJK.

Untuk diketahui, regulasi tersebut juga memberikan peluang bagi asing untuk menjadi pendiri ataupun sebagai pemilik saham penyelenggara.

Namun, sesuai dengan pasal 3 ayat (2) disebutkan kepemilikan saham penyelenggara oleh warga negara asing atau badan hukum asing baik secara langsung maupun tidak langsung paling banyak 85%. Lalu, batas maksimum total pemberian pinjaman dana ditetapkan sebesar Rp 2 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×