kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Soal skema restrukturisasi Jiwasraya, ini kata Asosiasi Dana Pensiun Indonesia


Selasa, 20 April 2021 / 20:08 WIB
Soal skema restrukturisasi Jiwasraya, ini kata Asosiasi Dana Pensiun Indonesia
ILUSTRASI. Dana pensiun. KONTAN/Baihaki


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Forum pensiunan BUMN mendesak restrukturisasi polis Jiwasraya untuk direvisi. Hal ini lantaran, baginya, opsi yang sekarang ditawarkan tidak memberikan jaminan mengenai pembayaran uang pensiun mereka.

Alasan penolakan tersebut karena mereka tidak menerima usulan skema restrukurisasi yang mengharuskan adanya top up serta pemotongan manfaat. Misalnya saja, pensiunan Garuda Indonesia harus top up senilai Rp 1,8 triliun dengan potongan manfaat rata-rata 69,3% - 73%.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi mengatakan, sebetulnya soal restrukturisasi sebuah perusahaan itu biasa dengan tujuan menyehatkan keuangannya. Tetapi berbeda dengan restrukturisasi Asuransi Jiwasraya ini kata Bambang seharusnya tidak semua kerugian dibebankan ke nasabahnya.

"Karena saat Asuransi untung kemana keuntungannya dan dinikmati siapa? harusnya sebagian dicadangkan untuk mengcover produk-produk anuitas yang telah dijanjikan jumlahnya tetap itu. Lagipula bisa kita bayangkan misalnya pensiunan yang awalnya terima dari asuransi Jiwasraya (misal Rp 4 juta) dan tidak punya penghasilan lain dan terus dipotong misal 40% apakah sisanya bisa untuk biaya hidup?" ujar Bambang kepada Kontan.co.id, Selasa (20/4).

Baca Juga: Mayoritas nasabah bancassurance Jiwasraya disebut menyetujui restrukturisasi

Menurut Bambang, untuk menyehatkan pemegang saham harus ikut andil dan kalau untuk nasabah yang diamanahkan undang-undang jangan diperlakukan seperti itu apalagi untuk hidup para pensiunan.

"Hal itu juga bisa diartikan mau memiskinkan para pensiunan. Sebagai padanan coba kita lihat, saat ini bagi masyarakat yang penghasilannya berkurang saja dibantu Pemerintah dengan tambahan langsung tunai. Ini pensiunan kok malah dikurangi secara permanen apa adil?" tutur Bambang.

Ia menyebut, pemegang saham seharusnya ikut bertanggungjawab dengan suntikan modal dan bagi nasabah bisa pilah-pilihan mana yang harus ikut menanggung mana yang tidak karena undang-undang. "Karena kerugian mutlak kesalahan pengurus itupun yang menunjuk juga Pemerintah dan dari segi pengawasan bagaimana?," kata Bambang.

Selain merugikan nasabah, restrukturisasi juga dinilai melanggar Undang - Undang (UU) Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun pada pasal 25 ayat 2. Kemudian melanggar UU Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pada pasal 39 ayat 2.

Bambang mengatakan, sejak diberlakukan Undang-Undang Dana Pensiun No 11 tahun 1992 bagi Dana Pensiun yang menjalankan Program Iuran Pasti (DDPK dan DPLK) peserta yang memasuki usia pensiun diharuskan membeli Manfaat Pensiun secara Anuitas ke Asuransi Jiwa, dan itu amanah Undang-undang.

"Total Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) di Asuransi Jiwa ada 44 dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) ada 25 dana pensiun. Dengan total aset DPPK dan DPLK Rp 311 triliun," papar Bambang.

Sebagai informasi, hingga saat ini sebanyak 2.816 pensiunan Garuda Indonesia menolak opsi restrukturisasi. Mereka berasal dari perusahaan seperti Garuda Indonesia, Pupuk Kaltim, Petro Kimia Gresik, Rekayasa Industri, Bukit Asam, Garuda Maintanance Facility, Gapura Angkasa, Timah, Asuransi Kesehatan, Surveyor Indonesia dan Sucofindo.

Selanjutnya: Pensiunan BUMN tolak skema restrukturisasi Jiwasraya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×