Reporter: Astri Kharina Bangun | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) tengah mengkaji perlunya mengatur sejumlah komponen suku bunga kredit untuk mendorong efisiensi perbankan.
"Aspeknya apa saja masih dikaji, tapi arahnya kita tahu. Kalau terkait hal-hal yang bisa dikendalikan oleh bank akan kita lakukan (pengaturan) tetapi kalau yang di luar kendali bank harus kita lihat lagi," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah usai Seminar Menuju Perbankan yang Efisien, Kamis (19/1).
Hal-hal yang bisa dikendalikan bank terkait efisiensi suku bunga kredit antara lain biaya overhead dan biaya terkait kegiatan operasional (operating expenses). Namun, Halim belum mau merinci biaya overhead dan operating expenses yang bakal diatur nanti.
"Ini sifatnya masih umum. Apakah bentuknya PBI atau bukan, kita masih belum tahu. Apakah dengan supervisory action saja cukup atau apakah perlu pakai aturan, kita lihat nanti," kata Halim.
Halim memaparkan sebetulnya potensi meningkatkan kredit perbankan di Indonesia sangat besar mengingat perbankan dalam kondisi ekses likuiditas. Akan tetapi, faktanya porsi penyaluran kredit di Indonesia dibandingkan PDB masih lebih rendah dibandingkan negara-negara lainnya di kawasan Asia. Mengacu pada data BI tahun 2010, rasio penyaluran kredit perbankan Indonesia terhadap PDB hanya 27,5%. Sementara di Filipina 31,1%, India 50,1%, Thailand 84,8%, Singapura 106,3%, Malaysia 115,3%, dan China 119,4%.
"Dari survei yang pernah BI lakukan tahun 2010, suku bunga kredit yang relatif tinggi menjadi kendala dalam pemanfaatan kredit. Faktor inefisiensi disinyalir menjadi salah satu penyebab suku bunga tinggi," jelas Halim.
Ia menambahkan, ada beberapa indikator efisiensi yang menunjukkan perbankan Indonesia kalah efisien dibanding negara lain. Antara lain, rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) serta rentang (spread) antara suku bunga kredit dan suku bunga deposito.
Selain itu, berdasarkan metode penghitungan yang dilakukan BI, didapati biaya dana (cost of fund) yang tinggi di Indonesia menjadi salah satu faktor penyumbang terbesar tingginya suku bunga kredit di Indonesia. Dengan menggunakan sampel dari empat bank besar di Indonesia, BI menyimpulkan tingginya cost of fund dan operating expenses mendorong rasio expense perbankan Indonesia jauh lebih tinggi dari peer perbankan negara sekawasan.
Rata-rata rasio expense empat bank yang menjadi sampel BI sebesar 7,95%. Sementara Filipina, Thailand, dan Malaysia masing-masing 5,32%, 3,35%, dan 3,38%.
Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono menuturkan penurunan biaya overhead bukanlah sesuatu bisa dilakukan dengan seketika. Bentuk efisiensi yang bisa dilakukan bank antara lain bisa dari segi belanja teknologi. Misalnya, seperti yang baru saja dilakukan Bank Mandiri dan Bank Central Asia lewat interkoneksi jaringan ATM.
"Kalau ada bank yang sudah melakukan itu harusnya diberi intensif atau reward supaya merangsang lebih efisien," kata Sigit tanpa menyebut bentuk reward yang dimaksud.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News