Reporter: Vina Destya | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah mengesahkan Permenperin 21 Tahun 2023 tentang program bantuan diberikan untuk satu kali pembelian KBL Berbasis Baterai Roda Dua yang dapat dilakukan oleh masyarakat dengan satu NIK atau KTP yang sama. Masyarakat bisa mendapatkan potongan atau subsidi sebesar Rp 7 juta untuk pembelian satu unit KBL Berbasis Baterai Roda Dua.
Meski begitu, insentif motor listrik ini dinilai belum efisien. Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan meskipun sudah dengan berbagai upaya pemerintah dengan memberikan subsidi, penjualan motor listrik belum ngebut.
Bhima menyampaikan aspek pembiayaan merupakan hal yang penting, namun masih terkendala prioritas multifinance yang masih didominasi dengan pembiayaan motor BBM.
Baca Juga: WOM Finance Sebut Pembiayaan Motor Listrik Masih di Bawah 1%
Industri multifinance juga saat ini masih terafiliasi dengan pabrikan motor BBM.
“Harus ada regulasi khusus dari BI untuk mewajibkan 30% penyaluran pembiayaan ke kendaraan listrik,” ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Jumat (1/9).
Adanya kebijakan insentif motor listrik 1 KTP 1 Motor menurut Bhima masih belum tentu bisa naikkan penjualan secara signifikan karena beberapa faktor.
Pertama, Bhima mengatakan jika dealer penjualan motor listrik masih harus menanggung biaya subsidi sementara, tentu tidak akan jor-joran mengejar target penjualan.
Sebab, jika dealer harus menanggung sementara biaya subsidi artinya cashflow laporan arus kas perusahaan tersebut dapat terganggu.
Faktor lainnya menurut Bhima adalah sebagian besar pabrikan yang terlibat skema insentif motor listrik bukan pemain yang menguasai pasar motor. Seharusnya, Honda dan Yamaha dilibatkan dalam skema insentif ini.
“Ini kan jadi pertanyaan, apa jangan-jangan produksi motor BBM memang masih menarik dalam jangka panjang,” tambahnya.
Di sisi lain,calon pembeli masih menganggap brand Jepang lebih familiar dibandingkan motor listrik. Alasan ini pun cukup logis, melihat ketersediaan bengkel dan sparepart merek motor Jepang lebih banyak tersedia.
Selanjutnya faktor lain yang tidak kalah menjadi hambatan adalah charging station yang dinilai belum merata di setiap daerah sehingga program insentif pun mungkin masih terbatas hanya di daerah perkotaan.
Baca Juga: Transaksi Jual-Beli Mobil Listrik dan Hybrid Bekas Meningkat
Calon pembeli listrik yang awalnya ditujukan untuk menengah ke bawah pun harus terhambat karena untuk melakukan charging dibutuhkan rumah tangga yang memiliki kapasitas listrik di atas 900 va.
“Kelihatannya yang beli tetap konsumen menengah atas, sedangkan menengah atas pun lebih tertarik untuk mencicil mobil,” papar Bhima.
Faktor terakhir berkaitan dengan sebagian konsumen yang saat ini sudah cukup kritis terkait kendaraan listrik, karena klaim penurunan emisi karbon tidak sejalan dengan fakta sumber energi listrik dan pengolahan bahan baku baterai yang masih mengandalkan batubara.
“Pengiriman baterainya kan juga pakai kapal kargo berbahan BBM, dan truk BBM,” pungkas Bhima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News