Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bakal membawa pihak yang diduga melakukan tindak replikasi aplikasi pinjaman online legal milik para anggotanya ke jalur hukum.
Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko menjelaskan AFPI telah menerima banyak s laporan sejak tahun 2021 mengenai dugaan replikasi platform pinjaman online legal yang diduga dilakukan oleh penyelenggara pinjaman online (pinjol) ilegal.
Laporan-laporan tersebut masuk dari masyarakat luas maupun oleh penyelenggara fintech pendanaan berizin yang diduga menjadi korban.
“Sampai dengan saat ini AFPI telah menerima laporan dari 17 penyelenggara platform fintech pendanaan yang telah berizin. Mereka menyampaikan adanya replikasi dari platform yang mereka kelola,” kata Sunu dalam keterangan resminya, Senin (15/8).
Ia menjelaskan replikasi ini dilakukan pihak tertentu dengan membuat aplikasi, website, akun Whatsapp, hingga akun sosial media seperti Instagram, Facebook, dan lainnya yang terindikasi palsu dengan mengatasnamakan, mencatut, menyalahgunakan nama, logo, maupun merek dari 17 penyelenggara platform fintech pendanaan yang telah berizin.
Baca Juga: GoFood Kini Hadir di Tokopedia, Fundamental Bisnis GoTo Dinilai Makin Kuat
Adapun ke-17 platform penyelenggara fintech pendanaan berizin yang merupakan anggota AFPI tersebut, diantaranya: Dompet Kilat, Klik Kami, Dana Rupiah, Gradana, Mekar, dana IN, AsetKu, KlikA2C, DanaBagus, PinjamanGo, IKI Modal, AdaPundi, AdaKami, Rupiah Cepat, dan Indodana.
Mandela Sinaga dari Surya Mandela & Partners, selaku kuasa hukum/penasihat afiliasi AFPI dan 17 penyelenggara platform fintech pendanaan berizin yang menjadi korban menyampaikan bahwa pihaknya tengah melakukan investigasi terkait dugaan tindakan replikasi yang dilakukan oleh pihak tidak bertanggung jawab tersebut.
“Selanjutnya, setelah kami mempersiapkan seluruh bukti yang ada kami akan membuat laporan kepolisian atas dugaan pelanggaran Pasal 35 jo Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 29 jo Pasal 45B ayat 2 UU ITE, dan/atau Pasal 100 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis," tutur Mandela.
Baca Juga: Penerimaan Pajak Fintech Naik 13,77% Secara Bulanan
Menurut Mandela, diduga kuat motif pelaku adalah untuk mencari keuntungan materiil dengan melakukan penipuan kepada masyarakat luas dengan mengatasnamakan platform fintech pendanaan berizin.
"Kerugian yang disebabkan karena adanya permasalahan ini tentu sangat masif dan kita harus melakukan upaya hukum agar tidak berjatuhan korban lebih banyak lagi di masyarakat," jelasnya.
AFPI berharap Kepolisian Republik Indonesia dapat menindak tegas oknum-oknum tersebut agar tidak ada masyarakat yang tertipu dengan modus operandi yang sama. AFPI juga berharap pihak- pihak tidak bertanggung jawab yang diduga telah melakukan pencatutan atau replikasi ini bisa menghentikan segala upaya penyalahgunaan atas nama, merek, logo seluruh penyelenggara fintech pendanaan berizin.
Sebagai informasi, OJK yang tergabung dalam Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menutup 4.089 pinjaman online (pinjol) ilegal sampai Juni 2022. Adapun penyelenggara pinjaman online legal atau Fintech Pendanaan berizin hanya ada 102 perusahaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News