Reporter: Roy Franedya | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Meski perbankan di negeri ini cukup kuat menahan dampak krisis Eropa, pelaku industri juga harus memberikan perhatian kepada risiko-risiko lain yang dapat muncul belakangan. Berdasarkan uji ketahanan bank atau stress test, Bank Indonesia (BI) menyimpulkan, bank yang memiliki surat berharga dalam jumlah besar lebih rentan mengalami penurunan rasio kecukupan modal (CAR). Sebaliknya, bank yang memiliki portofolio surat berharga sedikit, bakal lebih aman.
Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah, mengatakan saat ini sebagian besar risiko perbankan dalam bentuk suku bunga, surat berharga dan nilai tukar. Dari ketiga kategori itu, risiko yang paling banyak menggerus modal bank adalah penurunan aset surat-surat berharga. "Kami selalu memantau posisi CAR. Bila mendekati 8%, kami akan meminta mereka menambah modal, tetapi secara umum perbankan kita masih kuat," ujar Halim, Senin ( 25/6).
Dalam stress test terbaru, penurunan aset Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 20% akan menurunkan CAR 1,36%. Bila penurunan aset sebesar 35%, CAR menyusut 2,38%. Sedangkan kenaikan bunga rupiah sebesar 3,5%, CAR turun 0,69%. Jika kenaikan 10%, CAR turun 1,97%.
Catatan saja, kenaikan suku bunga dapat meningkatkan rasio kredit bermasalah (NPL). Bank merespons kondisi ini dengan menambah pencadangan. CAR-pun tergerus.
Sementara, depresiasi mata uang tidak akan berpengaruh besar pada bank. Bank sudah terbiasa menjaga posisi devisa neto (PDN), sehingga risiko kerugiannya ikut berkurang. Menurut pantauan BI, hanya tiga bank asing yang memiliki PDN di kisaran 15%-16%. Selebihnya di bawah 10%.
Halim menjelaskan, jika rupiah terdepresiasi hingga 35%, CAR perbankan turun sebesar 0,15%. Bila terdepresiasi hingga 10%, CAR anjlok 0,21%.
Adapun risiko kredit, jika pertumbuhan ekonomi minus 5%, CAR akan tergerus 6,14%. Hingga April 2012, posisi CAR perbankan di level 17,88%.
Direktur Tresuri Bank Mega, Sugiarto, mengatakan mengantisipasi risiko penurunan aset surat berharga, bank menggunakan natural hedging dengan berinvestasi di surat berharga jangka pendek. "Kami tidak memiliki portofolio trading jadi tidak terlalu terpengaruh volatilitas pasar," ujarnya.
Wakil Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN), Evi Firmansyah, menjelaskan bahwa untuk meminimalkan risiko, pihaknya akan memilih surat berharga yang memiliki rating minimal invesment grade dan melakukan hedging suku bunga dengan membeli instrumen fixed rate. Surat berharga yang biasa dibeli BTN adalah terbitan perusahaan-perusahaan besar atau perusahaan plat merah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News