Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sepertinya tak menghambat laju bisnis perbankan di tanah air. Paling tidak, kendati bank sentral telah menaikkan BI 7 Days Repo Rate sebanyak tiga kali sejak Mei lalu, perbankan nasional masih bisa menggenjot pertumbuhan bisnisnya.
Lihat saja, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pertumbuhan kredit perbankan sampai Juni 2018 mencapai 10,75% secara year on year (yoy). Adapun penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) juga tumbuh 6,99% yoy.
Yang menarik, kenaikan suku bunga acuan BI justru menjadi pemantik persaingan bank dalam menggenjot pertumbuhan DPK. Buktinya, kenaikan bunga acuan BI langsung direspon cepat bank dengan menaikkan tingkat bunga simpanan. Bahkan, respon bank menaikkan bunga simpanan ini jauh lebih cepat ketimbang bunga kredit.
Salah satu bank yang menaikkan bunga simpanan adalah PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Sejak April 2018, bank yang terafiliasi Grup Djarum ini telah mendongkrak bunga deposito secara bertahap. Sampai Juli 2018, BCA telah menaikkan bunga deposito 75 bps atau 0,75%.
Dengan begitu, suku bunga deposito rupiah BCA saat ini berada di kisaran 4,75%–5,25% untuk berbagai tenor. “Kenaikan bunga deposito ini sejalan dengan perkembangan pasar, tetapi suku bunga tabungan dan giro masih tetap,” kata Jan Hendra, Sekretaris Perusahaan BCA.
Langkah BCA mengatrol suku bunga deposito mampu menggenjot pertumbuhan DPK. Sampai semester pertama tahun ini, DPK BCA tercatat tumbuh 7,6% yoy menjadi Rp 615,6 triliun. Komposisi dana murah alias current account and saving account (CASA) masih berkontribusi paling besar, sekitar 78,2% dari pertumbuhan DPK.
Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur BCA menjelaskan, dalam komposisi CASA, dana tabungan tumbuh 13,2% yoy menjadi Rp 315,1 triliun. Sementara dana giro naik 11,8% yoy mencapai Rp 166,2 triliun. Adapun, dana deposito tercatat sebesar Rp 143,3 triliun.
Capaian deposito ini jauh lebih baik dibandingkan dengan kuartal I 2018 yang sebesar Rp 132,5 trilliun. “Dana deposito meningkat dibandingkan posisi Maret 2018. Ini sejalan dengan kenaikan bunga deposito,” papar Jahja.
Wajar, jika bank-bank getol memburu sumber pendanaan murah. Tujuannya adalah untuk meminimalisir kenaikan beban biaya dana atau cost of fund di tengah kenaikan suku bunga acuan BI. Bila porsi dana murah lebih besar, tentu saja biaya dana bank juga akan lebih rendah.
Bukan cuma BCA yang DPK-nya naik. Hal serupa juga dialami PT Bank Mayapada Internasional Tbk (Bank Mayapada). Menurut Hariyono Tjahjarijadi, Direktur Utama Bank Mayapada, sampai kuartal II 2018, DPK Bank Mayapada naik sekitar 9% secara yoy menjadi sebesar Rp 67,5 triliun. “Pertumbuhan DPK itu didorong oleh peningkatan dana deposito. Porsi terbesar simpanan masih di deposito,” kata Hariyono.
Sebelumnya, Mayapada telah menaikkan suku bunga simpanan sebesar 50 bps atau 0,50% pasca BI menaikkan bunga acuan pada awal Mei lalu. Dus, bunga deposito Mayapada saat ini maksimal 6,25%–6,50% untuk berbagai tenor.
Kenaikan bunga deposito, menurut Hariyono, untuk menyesuaikan bunga acuan BI dan kompetisi di pasar. “Persaingan perebutan dana sudah dimulai. Bank-bank besar sudah menaikkan bunga dana. Jadi, mau tidak mau, bank-bank menengah dan kecil harus menaikkan juga suku bunga dananya lebih besar jika tidak mau nasabahnya lari ke bank besar,” imbuh dia.
Betul, di tengah kondisi ekonomi global dan domestik yang diliputi ketidakpastian, bank memang dituntut untuk mempertebal likuiditasnya. Salah satu strateginya, ya itu tadi, berlomba menaikkan bunga simpanan. Dampaknya seperti yang telah terlihat, perlahan tapi pasti, DPK bank mulai melonjak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News