kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Banyak bersabar agar dapat hasil mekar


Rabu, 10 Oktober 2012 / 16:22 WIB
Banyak bersabar agar dapat hasil mekar
ILUSTRASI. Logo grup PT PP.


Reporter: Dian Pitaloka Saraswati, Raymond Reynaldi, Feri Kristianto, Farrel Dewantara | Editor: Imanuel Alexander

Meski unitlink merupakan produk asuransi plus investasi yang dibentengi proteksi, kinerjanya tak luput dari pengaruh pasar modal. Sementara produk asuransi konvensional kembali unjuk gigi. Bagaimana nasib unitlink di masa depan?

Dalam setahun terakhir, krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat dan kawasan Eropa kerap dijadikan kambing hitam atas berbagai masalah yang terjadi di seluruh dunia. Apalagi, masalah yang terjadi di ranah pasar keuangan dan investasi, termasuk di Indonesia. Telunjuk ke arah sama juga ditudingkan oleh para pengelola perusahaan asuransi jiwa di Tanah Air.


Setelah beberapa tahun menjadi primadona, pamor unitlink dalam setahun terakhir ini cenderung meredup. Pada kuartal kedua 2012, pertumbuhan premi baru produk asuransi berbalut investasi ini lebih kecil daripada asuransi konvensional.

Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Benny Woworuntu, krisis Amerika dan Eropa menyebabkan penurunan pendapatan premi baru unitlink. “Bagi masyarakat yang sudah mengetahui dampak krisis terhadap portofolio investasi, mereka lebih suka memisahkan asuransi dan investasi,” katanya. Alhasil, produk asuransi konvensional lebih menjadi pilihan sehingga pendapatan premi barunya terus merangkak naik.

Berdasarkan catatan AAJI, dari total perolehan premi baru sepanjang semester I tahun ini yang mencapai Rp 34,9 triliun, premi produk konvensional mencapai Rp 18,7 triliun. Nilai ini melonjak 48,6% dibandingkan dengan periode sama 2011. Sementara premi baru unitlink hanya Rp 16,2 triliun atau menurun 6,5% dibandingkan perolehan semester I tahun lalu.

Hasil penelaahan AAJI, penyebabnya adalah penurunan penjualan produk unitlink premi tunggal perorangan, sementara produk unitlink premi reguler perorangan masih tumbuh. Ini sejalan dengan konsep jangka panjang asuransi jiwa. Selain itu, Benny menimpali, pada dasarnya perusahaan asuransi yang mendominasi pasar unitlink tidak mengubah strategi penjualannya.

Sejumlah perusahaan asuransi jiwa mengakui bahwa pamor unitlink kurang mengkilap sejak awal tahun ini. “Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya memang pertumbuhan tahun ini tidak terlalu tinggi,” kata Iwan Pasila, Chief Financial Officer PT AXA Mandiri.

Lihat saja, pada semester I–2012, perusahaan patungan Bank Mandiri dengan unit usaha AXA Group ini mengumpulkan pendapatan premi baru sebesar Rp 1,5 triliun alias hanya tumbuh 5,2% dibandingkan dengan periode sama 2011. Bandingkan dengan pertumbuhan semester I–2011 yang mencapai 71,86% ketimbang periode yang sama tahun 2010.

Iwan enggan memaparkan secara detail besaran pelambatan pertumbuhan premi baru unitlink di tahun ini. Yang pasti, kontribusi premi unitlink terhadap total pendapatan premi Axa Mandiri selama ini selalu di atas 85%. Dia juga masih optimistis target perolehan premi tahun ini dapat tercapai. “Sudah pasti lebih dari 50% dari target kami tercapai,” katanya.

Kisah serupa juga terjadi di asuransi besar lain, seperti PT Prudential Life Assurance. Berdasarkan informasi yang dipublikasikan manajemen perusahaan asuransi jiwa ini, penambahan premi baru selama enam bulan pertama tahun ini hanya tumbuh 43,7%, sedikit lebih rendah ketimbang pertumbuhan periode sama tahun 2011 yang mencapai 57,7%.

Tidak hanya pemain lama yang mengalami penurunan pertumbuhan premi baru akibat meredupnya penjualan unitlink, PT Jiwasraya juga bernasib sama. Perusahaan yang menawarkan unitlink mulai Agustus 2008 ini juga mengalami pertumbuhan premi baru lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun lalu. “Meski positif, tapi pertumbuhan premi baru unitlink tidak sebanyak tahun lalu,” kata Hary Prasetyo, Direktur Keuangan Jiwasraya.

Dia memaparkan, perolehan premi baru unitlink sejak awal tahun sampai September lalu hanya Rp 100 miliar. Padahal, perolehan sepanjang tahun lalu mencapai Rp 200 miliar. “Jadi tahun ini, untuk unitlink mungkin hanya akan mencapai Rp 150 miliar,” katanya. Otomatis, target perolehan total outstanding dana kelolaan unitlink Jiwasraya sebesar Rp 1 triliun pada akhir tahun nanti sulit tercapai. Hary memproyeksikan, perolehan total premi unitlink sampai akhir tahun nanti cuma Rp 675 miliar.

Menurut Iwan, melesunya kondisi pasar saham ikut menjadi penyebab lesunya penjualan unitlink. Para nasabah yang melek investasi ragu dan memilih menarik diri dari pasar lantaran gejolak di bursa saham.

Jika melongok kinerja pengembangan investasi beberapa produk unitlink selama tahun ini memang kurang menggembirakan. KIta ambil contoh PRU link Rupiah Equity Fund. Per 28 September 2012, harga unit produk unitlink besutan Prudential ini tumbuh 9,86%. Meski jauh lebih baik daripada pertumbuhan sepanjang 2011 yang cuma 0,15%, namun masih jauh di bawah pencapaian 2010 yang mencapai 45,47%.

Hasil pengembangan investasi JS Link Equity Fund juga tergolong mini. Hingga akhir bulan lalu, harga unit produk milik Jiwasraya ini tumbuh 8,42% atau jauh di bawah pertumbuhan harga sepanjang 2010 yang mencapai 28,96%.

Beralih ke konvensional

Handojo Kusuma, Deputy CEO Allianz Life Indonesia, melihat, kinerja unitlink terkait erat dengan kondisi pasar modal karena produk ini masih dipersepsikan sebagai alternatif pilihan investasi ketimbang proteksi asuransi. Persepsi tersebut terutama terjadi pada penjualan unitlink via bank.

Selain itu, tren pelemahan ekonomi di masyarakat menyebabkan minat berasuransi, terutama yang berbau investasi, menurun. “Kebutuhan orang dialokasikan untuk hal yang lebih penting, biasanya asuransi yang sering dikorbankan,” tandas Iwan. Di AXA Mandiri, lanjut dia, setiap tahun selalu ada nasabah yang melakukan penarikan (redemption) untuk memetik keuntungan. Padahal, sejatinya asuransi berbundel investasi ini juga membutuhkan komitmen jangka panjang.

Alhasil, para nasabah berpaling dari produk asuransi berbundel investasi ke produk asuransi murni. “Banyak yang memilih produk konvensional karena lebih sederhana,” kata Hary. Apalagi, tenaga pemasaran Jiwasraya lebih berpengalaman menjual produk asuransi konvensional. Kebanyakan, pemegang polisnya berasal dari luar Jawa dan kalangan menengah ke bawah. Mereka lebih menggemari produk asuransi konvensional karena mudah dipahami. “Asuransi kesehatan, whole life, dan pensiun masih jadi pilihan mereka,” katanya.

Selain faktor pemasaran, cara berinvestasi para calon nasabah juga mempengaruhi perolehan premi baru unitlink. Menurut perencana keuangan Ligwina Hananto, kecenderungan memilih produk asuransi murni muncul karena orang sudah memiliki portofolio investasi yang dikelolanya sendiri.

Sejatinya banyak orang yang baru melek investasi akan mencari produk yang dibundel. Namun investor anyar itu tidak terlalu paham dan cermat membaca aturan mainnya. Ujungujungnya, banyak orang memilih keluar dan mencari asuransi murni sebagai pengganti. “Ketika kesadaran berasuransi seseorang semakin besar, ia akan mencari asuransi yang lebih spesifik untuk melindungi kebutuhannya,” timpal Benny.

Iwan juga melihat tren kenaikan asuransi konvensional meski masih belum mampu menandingi unitlink. AXA Mandiri berupaya mengembangkan asuransi konvensional yang saat ini porsinya masih di bawah 20% dari total pendapatan premi. “Kami berharap kontribusi asuransi konvensional bisa mencapai 25% untuk rebalance portofolio kami,” katanya. Untuk itulah, AXA Mandiri membuat variasi produk, terutama asuransi kesehatan yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Seperti, produk Asuransi Mandiri Kesehatan Global yang dirilis Mei lalu.

Namun, bukan persoalan mudah mengail premi baru produk konvensional. Menurut Iwan, beberapa produk asuransi jiwa murni, seperti asuransi endowment atau dwiguna yang memerlukan jaminan imbal hasil yang sudah ditentukan di awal, bisa menyulitkan perusahaan asuransi. “Kami harus memiliki aset dan investasi yang bisa menjamin itu semua. Ini tantangan mengembangkan asuransi konvensional,” katanya.

Selain itu, beberapa perusahaan asuransi makin rajin menggenjot asuransi mikro. Asuransi yang menyasar kelas menengah ke bawah dengan premi rendah ini menjadi segmen baru untuk meraup premi reguler dari nasabah retail. Jiwasraya, Allianz, dan ACA Life adalah beberapa perusahaan yang mengejar segmen ini. Lihat saja, selama semester satu 2012, pendapatan premi bruto asuransi mikro di Allianz Life melejit 63% menjadi Rp 29,2 miliar.

Kontribusi premi masyarakat berpenghasilan rendah 85%. Toh, perusahaan asuransi masih menggadang-gadang prospek unitlink. “Tren unitlink tetap terbuka lebar,” kata Iwan. Pasalnya, tidak semua orang dapat mengakses produk-produk investasi di pasar modal dan instrumen investasi lain. Di sisi lain mereka membutuhkan asuransi. “Tahun depan masih tetap tumbuh, namun sulit meramalkan pertumbuhannya dari tahun ini,” imbuh dia.

Hary juga punya pandangan yang sama. Buktinya, Jiwasraya tetap akan merilis produk unitlink baru yang diklaimnya lebih baik dan disempurnakan. Maklum, variasi produk unitlink perlu dilakukan sebagai upaya diversifikasi dan rebalancing portofolio. Ada lima produk konvensional dan dua unitlink yang bakal diluncurkan Jiwasraya dalam semester II ini.

Selain produk baru, cara lain menggenjot penjualan unitlink adalah penambahan agen dan memperbanyak agen berlisensi. Jiwasraya berharap jumlah agen pada tahun depan bisa sebanyak 5.000 orang. AXA Mandiri juga mengandalkan agen dan penasehat keuangan di bank untuk meningkatkan produk unitlink. Pertimbangannya, produk ini cenderung kompleks sehingga
perlu penjelasan lebih perinci.

Nah, agen dengan jangkauan luas dan ahli dalam komunikasi interpersonal diharapkan bisa menjembatani masalah tersebut. Sekadar informasi, hampir 80% premi unitlink di AXA Mandiri dari premi reguler. Sementara Handojo berharap, unitlink dapat lebih difokuskan sebagai produk asuransi meski ada kesempatan berinvestasi.

Maklum, untuk meningkatkan hasil investasi di unitlink, produk hibrida ini harus melawan instrumen investasi lain yang lebih kinclong seperti saham dan reksadana. Iwan menambahkan, nasabah jangan melihat imbal hasil sesaat tapi unitlink bisa menjawab kebutuhan jangka panjang. Nasabah unitlink harus punya kesabaran ekstra, ya?

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 02 - XVII, 2012 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×