Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintahan baru akan segera mengeluarkan kebijakannya untuk melakukan pemutihan utang dari sekitar 6 juta petani dan nelayan di perbankan. Kabarnya Presiden Prabowo Subianto akan meneken Peraturan presiden (Pepres) ini pekan depan.
Pemutihan utang tersebut sebagai salah satu upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan, pasalnya ada jutaan petani dan nelayan yang masih terbebani utang lama sejak era krisis moneter 1998. Karena masih terbelit utang, banyak diantara mereka yang tidak bisa lagi mengajukan pinjaman di bank karena terkendala data SLIK OJK.
Kebijakan pemutihan utang ini juga merupakan pengembangan kebijakan pasca penerbitan aturan UU No 4 Tahun 2023 (UU P2SK), yang memperbolehkan bank-bank BUMN untuk melakukan hapus tagih dan tidak dihitung sebagai kerugian negara.
Jika melihat data OJK per Agustus 2024, penyaluran kredit perbankan ke sektor pertanian tercatat sebesar Rp 517,253 triliun per Agustus 2024, naik 6,9% yoy dibandingkan periode sebelumnya Rp 483,862 triliun.
Baca Juga: Perpres Pemutihan Utang bagi Petani, Nelayan dan UMKM Segera Terbit, Ini Kata OJK
Dari jumlah tersebut, kredit yang jatuh menjadi macet atau non performing loan (NPL) mencapai Rp 10,755 triliun per Agustus 2024, naik 14,85% yoy dari tahun sebelumnya Rp 9,364 triliun.
Sementara kredit ke sektor perikanan tercatat sebesar Rp 20,492 triliun per Agustus 2024, menurun 0,29% yoy dibandingkan tahun lalu Rp 20,552 triliun. Dari jumlah tersebut yang jatuh menjadi NPL tercatat sebesar Rp 1,115 triliun, turun 2,10% yoy dari tahun lalu Rp 1,139 triliun.
Pengamat perbankan Trioksa Siahaan mengatakan, kebijakan pemutihan utang tersebut tentunya memiliki dampak positif bagi para petani dan nelayan serta ikut mendorong kemampuan mereka untuk meningkatkan produktivitasnya karena adanya alokasi kewajiban yang diputihkan dari utang masa lampau. Namun disamping itu, terdapat pula efek negatif dari kebijakan ini.
"Dampak negatifnya dapat membuat pihak yang berutang mengandalkan program pemutihan dalam menyelesaikan kewajibannya. Bila peraturan ini akan direalisasi harus jelas dan tepat sasaran serta tidak bertentangan dengan UU perbankan yang ada sehingga bank juga tidak dirugikan," ungkapnya kepada Kontan, Kamis (24/10).
Sementara itu sejumlah bank pelat merah memberikan pandangannya terhadap rencana kebijakan tersebut. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) misalnya, sebagai bank wong cilik menyambut baik rencana kebijakan pemutihan utang petani dan nelayan tersebut.
Baca Juga: Mengejar Dana Murah, Tawaran Bisnis Payroll Perbankan Semakin Meriah
Supari, Direktur Bisnis Mikro BRI menyatakan, pihaknya akan menunggu diterbitkannya Peraturan Presiden terkait dengan pemutihan utang atau hapus tagih pelaku usaha.
Dia menyatakan, bank telah memiliki kebijakan internal untuk mengelola risiko kredit macet dengan mengalokasi pencadangan. Meski begitu kebijakan pemutihan perlu dicermati bagaimana rinciannya, misalnya seperti hapus buku yang tidak akan menghilangkan kewajiban debitur untuk membayar pinjamannya ke bank, sehingga bank tetap melakukan penagihan.
Di sisi lain jika kebijakan hapus tagih, maka kewajiban debitur atas kredit yang sudah dihapus buku, tidak ditagih kembali. Tentunya kebijakan hapus tagih dilakukan pada kondisi & persyaratan tertentu, misalnya seperti nasabah yang terkena bencana alam nasional, dan telah diputus dalam Rapat Umum Pemegang Saham.
Supari juga bilang, Kebijakan hapus tagih telah tertuang pada UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), namun implementasinya diperlukan peraturan pelaksanaan yang antara lain untuk menentukan kriteria nasabah yang bisa dihapus tagih.
"Kami yakin kebijakan maupun peraturan pelaksanaan yang akan diterbitkan telah mempertimbangkan kepentingan pihak-pihak terkait. BRI optimis bahwa dengan adanya sinergi antara pemerintah dan sektor keuangan akan terus mendorong kemajuan UMKM Indonesia, serta mewujudkan ekonomi kerakyatan yang inklusif dan berkeadilan," ungkap Supari kepada Kontan, Kamis (24/10).
Sementara itu, Corporate Secretary Bank Mandiri, Teuku Ali Usman menyatakan, pihaknya masih menunggu aturan lengkap dari pemutihan utang petani dan nelayan tersebut.
"Dapat kami sampaikan Bank Mandiri sebagai salah satu lembaga keuangan BUMN tentu mendukung dan menyambut baik program pemerintah, khususnya di sektor strategis dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih inklusif," ungkapnya kepada Kontan, Kamis (24/10).
Selanjutnya: Berusaha Menjaring Pasar Individu dengan Igloo.id
Menarik Dibaca: Berusaha Menjaring Pasar Individu dengan Igloo.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News