Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan biaya kredit menjadi salah satu hal yang dicermati pada kinerja PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) di kuartal I/2025. Sedikit banyak, hal tersebut yang menyebabkan BRI mengalami penurunan laba di periode ini sekitar 14% secara tahunan (YoY).
Pada tiga bulan pertama tahun 2025 ini, biaya kredit tahunan BRI berada di level 3,5% dan ini berada di atas target kisaran 3,0% – 3,2%. Meskipun, ada tren perbaikan dari bulan ke bulan sejak Januari.
“Manajemen memperkirakan puncak biaya kredit terjadi di Kuartal I/2025 dan akan membaik secara bertahap menuju batas atas panduan akhir 2025,” tulis analis BRI Danareksa Sekuritas Victor Stefano dan Naura Reyhan Muchlis dalam riset terbarunya.
Mereka melihat ini sejalan dengan rasio kredit bermasalah (NPL) yang membaik dari 3,1% pada Maret 2023 menjadi 3,0% di Maret 2025 karena penurunan pada segmen korporasi, usaha kecil, dan konsumen mengimbangi kenaikan pada segmen mikro dan menengah.
Baca Juga: Raih Kinerja Positif di Kuartal I 2025, BRI Optimis Bisnis Tumbuh Berkelanjutan
Di sisi lain, rasio NPL Coverage menurun menjadi 200% dari 215% pada akhir Desember 2024. Mereka bilang manajemen menargetkan NPL Coverage di kisaran 190–200% pada akhir 2025, seiring dengan porsi pinjaman korporasi yang lebih besar.
“Penghapusan kredit tetap tinggi di Rp11,4 triliun pada kuartal I/2025, yang mendorong manajemen menaikkan anggaran menjadi sekitar Rp 45 triliun, dari sebelumnya Rp 38 triliun hingga Rp 39 triliun,” tulis mereka.
Sementara itu, Analis Sucor Sekuritas Edward Lowis dalam riset terbarunya bilang biaya kredit yang dibebankan bakal menekan laba, sudah sesuai ekspektasi. Di mana, BRI perlu melakukan pembentukan pencadangan yang dibebankan di awal tahun.
Ia pun menyoroti kualitas aset yang tetap lemah di segmen mikro. Menurutnya, kualitas kredit terus memburuk, tercermin dari NPL pinjaman mikro melonjak menjadi 3,4% naik 51bps secara kuartalan, sementara NPL pinjaman kecil mencapai 4,7% naik 25bps secara kuartalan.
Ditambah, Rasio Special Mention Loans (SML) masing-masing naik menjadi 6,85% dan 5,8%. Secara konsolidasi, rasio NPL dan SML tercatat di 3,0% dan 5,3%.
“Penurunan kualitas pinjaman mikro tetap tinggi, meskipun manajemen memperkirakan biaya kredit akan kembali normal dalam beberapa kuartal ke depan sambil mempertahankan panduan CoC di 3,0%–3,2%, kemungkinan mendekati batas atas,” tulis Edward.
Dengan kondisi tersebut, Edward mempertahankan proyeksi laba, dengan ekspektasi laba bersih turun 5,7% yoy menjadi Rp 56,7 triliun di 2025, terutama karena tingginya biaya kredit dan tekanan berkelanjutan pada NIM.
“Pertumbuhan pinjaman diperkirakan masih lemah dalam jangka pendek karena tekanan kualitas kredit yang masih berlangsung,” tambah Edward.
Meski demikian, ia tetap mempertahankan rekomendasi beli dengan target harga Rp 5.300, yang mencerminkan 2,4x PB pada 2025.
Meski tantangan jangka pendek terkait kualitas aset dan tekanan margin masih ada, valuasi BBRI tetap menarik di 1,7x PB dan saham ini menawarkan imbal hasil dividen menarik sebesar 8,3%, yang memberikan dukungan terhadap risiko penurunan harga.
Baca Juga: Penyaluran Kredit BRI Capai Rp 1.354,64 Triliun di Tahun 2024, Didominasi UMKM
Sedikit berbeda, BRI Danareksa Sekuritas justru memberikan rekomendasi not rated terhadap saham BRI. Alasannya, masih ada risiko penurunan laba akibat likuiditas yang ketat dan meningkatnya risiko wanprestasi di segmen UMKM.
Selanjutnya: Cek Perbedaan Emas Antam Retro dan CertiEye yang Wajib Diketahui Konsumen
Menarik Dibaca: Samsung S23 Review Lengkap, Apa yang Membuatnya Begitu Istimewa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News