Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Perjanjian multilateral currency swap Chiang Mai Initiative yang dibuat tahun 2010 oleh 10 negara dari Asean, China, Jepang, dan Korea Selatan akan segera direvisi. Rencananya, jumlah fasilitas pinjaman Chiang Mai Initiative akan dilipatgandakan dari yang semula US$ 120 miliar menjadi US$ 240 miliar.
"Tahun depan mau direview kembali menjadi US$ 240 miliar," kata Direktur Eksekutif Departemen Internasional Bank Indonesia, Tirta Segara, di Gedung BI, Jakarta, Jumat (13/9).
Tirta mengungkapkan, saat ini perjanjian fasilitas pinjaman masih berjumlah US$ 120 miliar. Dari total fasilitas tersebut, Indonesia berkontribusi US$ 11,375 miliar dan sisanya berasal dari negara-negara Asean, Jepang, Korea Selatan dan China.
Fasilitas dana segar tersebut dapat ditarik bila negara anggota mengalami krisis keuangan. Fasilitas multilateral swap dapat menjadi pertanahan lapisan kedua atau second liner defense. Artinya, kata Tirta, semua negara anggota CMI harus bersiap untuk menyiapkan dana jika nanti ada negara anggota yang akan menggunakan fasilitas dana segar tersebut.
"Indonesia juga harus menyiapkan, termasuk yang paling besar bersumber dari Jepang, China dan Korea. Saat ini sedang menunggu kesiapan dari negara-negara tersebut. Indonesia juga nanti akan menjadi sekitar US$ 22,7 miliar. Pokoknya nanti ke depan akan diperkuat," ujar Tirta.
Secara terpisah, Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan bahwa peningkatan fasilitas pinjaman bilateral dan multilateral ini bertujuan untuk menghadapi tekanan perekonomian global. Saat ini, perekonomian dunia tengah menghadapi sebuah ketidakpastian global yang masih akan terlihat.
Perry menyebut, jumlah cadangan devisa Indonesia jauh lebih dari cukup. Namun masalah ketidakpastian pertumbuhan ekonomi global tidak ada yang bisa memprediksi.
"Ada baiknya dalam suatu ketidakpastian kita mempunyai bantalan, punya second line of defense. Itu yang kita lakukan selama ini," ujar Perry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News