Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi likuiditas perbankan sampai September 2018 dipastikan mengetat. Hal ini dapat dilihat dari rasio dan buffer likuiditas perbankan.
Karena itu, OJK mencermati kondisi likuiditas serta rasio dana simpanan di bank yang disalurkan untuk kredit (atau loan to deposit ratio/ LDR).
“Buffer likuiditas sudah mulai mengetat. Kami bersama BI berkomitmen untuk menjaga kondisi likuiditas,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana dalam konferensi pers, Tim Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Kamis (1/11).
Kondisi ketatnya likuiditas ini disebabkan karena pertumbuhan dana simpanan nasabah yang agak melambat. Sampai September 2018, tercatat pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK bank hanya 6,6%, sehingga LDR di angka 93%.
Namun, mengingat, rasio likuiditas sudah memasukkan instrumen non-DPK, angka LDR tak bisa serta-merta dijadikan acuan.
Bersaing bunga
“Bersama OJK kami terus memantau kondisi likuiditas perkelompok buku bank,” kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam kesempatan yang sama.
Kondisi likuiditas, menurut Perry, selain dilihat dari rasio likuiditas juga bisa dilihat dari suku bunga pasar uang antarbank atau PUAB.
Terkait risiko likuiditas ini, BI memastikan bahwa kondisi likuiditas cukup.
Indikator likuiditas selain bisa dilihat dari PUAB juga bisa dilihat dari indikator non-core deposit dan lainnya.
Kepala Eksekutif LPS, Fauzi Ichsan mengakui, memang kondisi likuiditas saat ini mulai mengetat. Hal ini dicerminkan dari bunga deposito 62 bank besar yang naik 42 basis poin menjadi 5,9%.
Selain itu suku bunga deposito valas 19 bank naik 33 bps menjadi 1,1%. Seiring kenaikan bunga acuan, transmisi kenaikan bunga deposito diperkirakan terus berlangsung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News