Reporter: Arthur Gideon | Editor: Test Test
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) merasa perlu kehadiran investor asing di Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Tujuannya agar BPR bisa menikmati kucuran dana dari luar negeri untuk mengembangkan bisnis mereka baik untuk memperkuat modal atau pendanaan kredit.
Tapi BI kerepotan dengan rencana ini, lantaran pemerintah secara tegas telah menyebutkan bahwa BPR adalah masuk daftar negatif investasi bagi investor asing. Artinya 100% pemilik BPR harus warga negara Indonesia sehingga haram bagi asing untuk bisnis BPR.
Karena itu BI ingin menyiasati aturan ini agar dana dari luar dapat masuk ke BPR tapi tidak melanggar aturan yang ada. Direktur Direktorat Kredit BPR dan UMKM Bank Indonesia Ratna E. Amiaty mengatakan, "Kami sedang membuat semacam bankers of bank yang kami sebut sebagai Apex bank," tuturnya Ratna saat diskusi mengenai BPR dan Usaha Mikro, Jumat (8/8).
Apex bank ini akan menjadi semacam sentral bank dari BPR di daerah tertentu. Nah nanti Apex ini yang bisa mendapat pendanaan dari asing yang kemudian dapat menyalurkan ke BPR-BPR anggotanya. Apex ini bisa bank umum atau salah satu dari bank tersebut. "Saat ini sudah ada beberapa proyek percontohan di Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogjakarta dan Bali," tambah Ratna.
Keuntungan dari Apex ini adalah bisa membuat bunga kredit di BPR lebih kecil dari saat ini. Selama ini BPR mendapat kucuran dana kebanyakan dari program linkage dengan bank umum. Tapi bunga dari linkage ini cukup tinggi.
Jika BPR bisa mendapat dana langsung dari asing, sudah pasti bunganya akan lebih murah sehingga bunga kepada nasabah pun bisa lebih kecil. Dengan begitu penyaluran kredit dari BPR lebih lebih tinggi.
Bank Indonesia memang kerepotan saat harus mengurusi BPR yang jumlahnya mencapai 1.790 unit pada akhir Juni 2008. Karena itu BI terus mendorong agar BPR mau merger dengan bank lain agar permodalan mereka lebih kuat dan pangsa pasar lebih luas lagi.
BI mencatat pada Mei 2008 hingga Juni 2008 jumlah BPR telah berkurang sebanyak 21 unit. Penyebabnya adalah sebagian besar melakukan merger dan sebagian lain gulung tikar. Kepala Biro Pengembangan BPR dan UMKM BI Khairul Anwar mengakui, BPR telah memberikan jawaban atas dorongan BI supaya mereka melakukan merger. Tapi sayangnya Khairul enggan membagi data BPR di mana saja yang melakukan merger atau terpaksa gulung tikar karena kalah bersaing.
Tapi beberapa BPR yang merger itu antara lain yang pemiliknya sama, misalnya sama-sama milik pemerintah daerah atau sama-sama beroperasi di satu daerah. Berdasarkan catatan BI di tiap kabupaten biasanya terdapat rata-rata 10 BPR.
Kondisi ini tentu saja membuat operasi bank menjadi tidak efisien. Bahkan bukan tidak mungkin, mereka mulai bersaing sendiri, padahal saat ini banyak bank besar sudah turun ke daerah untuk merebut pangsa pasar BPR. Karena itu BI mengusulkan kepada Pemda agar mendorong BPR tersebut mau menggabungkan diri. "Ternyata Pemda pun menganggap hal tersebut lebih baik. Dan penggabungan BPR tersebut ternyata mempunyai efek yang cukup bagus di daerah sehingga BPR bisa satu komando," tandas Khairul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News