Reporter: Roy Franedya | Editor: Edy Can
JAKARTA. Meski dua tahun ke depan kewenangan pengawasan bank akan beralih ke Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia (BI) tetap merevisi sejumlah peraturan. Yang terbaru, otoritas moneter dan perbankan itu menambah kewenangan dan cakupan dalam menggelar fit and proper test atau uji kepatutan dan kelayakan untuk direksi dan komisaris bank.
Perluasan kewenangan tersebut tertuang dalam Surat Edaran No.13/26/DPNP. Ketentuan yang mulai berlaku sejak 30 November 2011, dan dipublikasikan BI akhir pekan lalu itu, merupakan perbaikan atas surat edaran sebelumnya yang terbit 28 Maret 2011. Dalam aturan tersebut, BI memperluas pengertian pelaku atau pihak melanggar sehingga harus di fit and proper test ulang.
Menurut aturan baru, "Pelaku" adalah pihak yang tidak melakukan perbuatan atau tindakan yang menjadi tanggungjawabnya, sehingga memunculkan pelanggaran dan penyimpangan. Dalam aturan sebelumnya, pelaku adalah orang yang memerintahkan, menyuruh melakukan atau mengusulkan, orang yang menyetujui, serta menandatangani perintah.
Jadi, jika anak buah berbuat salah, direktur yang mengawasi pekerjaan atau departemen anak buah itu, harus ikut bertanggung jawab, kendati si bankir terbukti tidak menyuruh atau terlibat dalam pelanggaran tersebut.
Tidak bisa mengelak
Direktur Utama Bank BNI, Gatot Murdiantoro Suwondo mengatakan, surat edaran ini penyempurnaan kebijakan fit and proper test bank sentral tahun lalu. Menurutnya, aturan itu mempertegas bahwa direksi dan komisaris bank harus bertanggung jawab terhadap seluruh keputusan bank. "Jadi, direksi tidak bisa ngeles lagi. Direksi bank dituntut untuk mengetahui seluruh proses yang terjadi pada banknya," ujarnya.
Direktur Kepatuhan dan Human Capital Bank Mandiri Ogi Prastomiyono mengatakan, BI boleh saja melakukan fit and proper test pada direksi bank yang sudah lulus, asal ditemukan masalah dan indikasi bahwa direktur tersebut terlibat. "Biasanya ada audit khusus dulu dari BI, baru menyimpulkan," ujarnya.
Tapi, Ogi menilai, tidak fair jika ada direksi bank yang di-fit and proper test karena ada kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya. Contoh kasus, direksi bank sudah membuat kebijakan yang benar, tetapi ada kepala cabang melakukan penyelewengan.
Wajarkah si direktur di fit and proper test karena dia dianggap lalai. "Dia lalai dimana? Bisa saja manusianya yang mengakali aturan, seharusnya BI audit khusus dulu apakah direksi tersebut bersalah atau tidak," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News