kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Bisnis trade finance masih menjanjikan


Kamis, 27 Juni 2013 / 08:11 WIB
Bisnis trade finance masih menjanjikan
ILUSTRASI. Mengetahui cara untuk mengukur ukuran bra yang tepat bisa membantu memudahkan Anda saat membeli bra.


Reporter: Nina Dwiantika, Dessy Rosalina | Editor: Roy Franedya

JAKARTA. Perbankan optimistis, pembiayaan ekspor impor akan tetap tumbuh,  walaupun dihantui pelemahan perekonomian global dan domestik serta pelemahan nilai tukar rupiah. Perbankan yakin, ada beberapa sektor ekspor-impor yang masih mampu menyerap kredit perbankan.

Deputy General Manager Head Of Trade Service Bank BNI, Afien Yuni Yahya, menyampaikan pelemahan rupiah membawa keuntungan. Eksportir akan semakin giat meningkatkan kegiatan ekspor mereka, karena memiliki potensi pendapatan yang meningkat dan pengajuan permohonan kredit pada bank meningkat.

Di BNI setiap pelemahan rupiah, dokumen ekspor bertambah menjadi 120 dokumen. Sementara ketika nilai tukar rupiah stabil,  yang masuk hanya 100 dokumen. "Sejak awal Juni volume permintaan pembiayaan ekspor naik 15% - 20%," kata Afien, Rabu (26/6). Tahun ini BNI menargetkan bisnis ekspor dan impor  tumbuh 12% dengan pembiayaan US$ 20 miliar.

Sekretaris Perusahaan Bank Rakyat Indonesia (BRI), Muhammad Ali, mengungkapkan hal senada. Pelemahan rupiah menjadi momentum bank meraih untung maksimal. Para bankir tentu saja ikut mengalap berkah. Maklum, transaksi eksportir dijembatani oleh produk trade finance perbankan. "Eksportir justru merasa senang. Pelemahan rupiah dipandang sebagai sesuatu yang positif, sebab meningkatkan nilai transaksi yang mereka terima," kata Ali.

Dalam menyalurkan kredit ekspor-impor bank bisa menggarap berbagai sektor industri yang tergolong aman. Seperti pengolahan, petrokimia, industri baja dan garmen.

Tetapi bank harus menghindari industri pengolahan hasil laut seperti ikan dan udang. Alasannya, permintaan pengolahan laut berasal dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat (AS). Maklum, seperti yang kita tahun, negara-negara tersebut tengah mengalami krisis sehingga permintaan menurun.

Bank Indonesia (BI) juga berpandangan sama. Buktinya, regulator perbankan ini menjadikan penyaluran kredit ekspor-impor sebagai pengganti kebijakan kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Jadi jika bank tidak mampu menyalurkan kredit UMKM minimal 20% dari total kredit, bank bisa mengganti dengan menyalurkan kredit ekspor-impor.

Tapi, kredit  harus mengalir ke kegiatan produktif bukan konsumtif. Berdasarkan data BI, saat ini porsi kredit ekspor hanya 1,8% dan impor 1,4% dari total kredit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×