Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kredit bermasalah dalam portofolio Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Eximbank sejatinya bukan cerita baru. Namun, dampaknya masih tersisa pada kinerja terbaru lembaga yang fokus pembiayaan berorientasi ekspor ini.
Terlebih, baru-baru ini kementerian keuangan bersama Kejaksaan Agung mengungkap ada empat debitur bermasalah yang diduga ada melakukan tindak pidana korupsi senilai Rp 2,5 triliun. Jumlah debiturnya pun berpotensi bertambah.
Jika menilik laporan keuangan terbaru, LPEI mengalami rugi bersih yang kian membesar menjadi Rp 18,1 triliun. Nilai tersebut naik hingga 481% jika dibandingkan 2022 yang hanya rugi Rp 3,1 triliun.
Baca Juga: Dukung Eksportir Indonesia Mendunia, LPEI Perkuat Sinergi bersama Perbankan
Penyebab terbesar dari kerugian tersebut berasal dari pos pencadangan yang naik hingga 703,6% YoY. Di mana, Eximbank melakukan pencadangan hingga Rp 16,9 triliun.
Di sisi lain, pendapatan yang didapat oleh Eximbank di periode tersebut sejatinya mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Misalnya pendapatan bunga bersih yang naik hingga 19,1% menjadi Rp 923 miliar.
Tak hanya itu, pendapatan operasional lainnya yang juga meliputi layanan jasa milik Eximbank tumbuh hingga 39,2% secara tahunan. Nilainya menjadi Rp 259 miliar.
"Sebenarnya kinerja kita di sepanjang 2023 itu meningkat. Laba kita sebelum pembentukan CKPN saja mencapai Rp 402 miliar atau naik 87%" ujar Direktur Eksekutif Eximbank Riyani Tirtoso kepada Kontan, Senin (1/4).
Baca Juga: LPEI Punya Utang Jatuh Tempo Rp 1,59 Triliun
Namun, Riyani bilang pencadangan memang perlu dilakukan untuk memperkuat lembaga agar menjadi lebih baik. Ini pun tercermin dari NPL nett Eximbank yang sudah mulai susut dari 10,4% menjadi 4,5%.
Ia pun memastikan bahwa penempatan pencadangan yang besar ini tak akan kembali dilakukan pada 2024 ini. Bahkan, ia memproyeksikan laba Eximbank pada tahun ini bisa positif.
Riyani mengakui bersih-bersih aset memang telah menjadi agenda besar saat dirinya masuk ke lembaga tersebut. Sebab, kredit-kredit macet banyak ditemukan sebelum dirinya masuk. "Kalau kredit-kredit yang baru sekarang itu NPL nya masih 0%," ujarnya.
Riyani menyebutkan saat ini juga terbantu dengan adanya anak usaha, PT Indonesia Eximbank Prima Aset (IPA) yang mengurusi aset-aset buruk yang menjadi portofolio Eximbank.
Baca Juga: Eximbank Beri Pembiayaan Ekspor 6 Pesawat Terbang NC212i Buatan PTDI
Itu termasuk dengan penghapusbukuan yang selama ini juga dilakukan oleh Eximbank. Sepanjang 2023, nilai hapus bukunya mencapai Rp 2,2 triliun. "Recovery rate juga kami kejar ke 30% dengan dibantu PT IPA itu," ujarnya.
Sementara itu, Riyani juga menyoroti permodalan Eximbank yang pada periode 2023 tampak turun. Di mana, rasio CAR yang dimiliki dari 33% kini menjadi 18%. "Itu nanti akan kembali naik menjadi 30% lagi ketika PMN cair di September nanti senilai Rp 10 triliun," ujarnya.
Ia juga menegaskan, PMN ini akan digunakan sebagai sumber dana untuk penyaluran pembiayaan khusus yang memang telah menjadi mandat dari Kementerian Keuangan.
Di sisi lain, ia juga bilang bahwa kredit bermasalah yang saat ini dalam proses pemeriksaan Kejaksaan Agung merupakan kredit komersial. Di mana, sumber pendanaanya bukan berasal dari PMN melainkan pinjaman dari pihak lain seperti perbankan.
Baca Juga: Anak Usaha Golden Energy (GEMS) Raih Kredit hingga US$ 7,5 Juta
"Tapi bank pun sekarang tetap masih percaya dengan kami dan tetap mau memberikan pendanaan," ujarnya.
Ke depan, Riyani menyebutkan bahwa beragam strategi telah disiapkan untuk melanjutkan transformasi dalam bisnis Eximbank. Terlebih, dalam penguatan sumber daya manusia dan tata kelola risiko.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin memandang pencadangan memang diperlukan dalam rangka bersih-bersih aset. Artinya, perlu ada yang dikorbankan dalam hal ini keuntungan yang bisa tergerus.
Tak hanya itu, ia menilai perlu ada perlakuan khusus untuk membereskan kredit-kredit bermasalah dalam tubuh Eximbank ini. Baik itu melalui hapus buku atau program lain yang bisa dilakukan. "Tapi sebenarnya pencadangan naik hingga 700% itu ngak wajar, mungkin karena panik atau bagaimana," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News