Reporter: Christine Novita Nababan |
JAKARTA. Pelaku industri reasuransi internasional akhirnya menaikkan harga premi untuk back-up asuransi, terutama penutupan risiko properti. Keputusan ini berangkat dari rentetan peristiwa bencana alam yang terjadi sepanjang tahun lalu. Sebut saja, tsunami dan gempa bumi di Jepang, tornado di Amerika Serikat (AS), hingga banjir di Thailand.
Malah, tak tanggung-tanggung, harga premi yang naik diperkirakan berkisar 15% hingga 40% dan merata kepada seluruh perusahaan asuransi negara rawan bencana maupun tidak. Itu berarti, pelaku industri reasuransi nasional juga harus bersiap-siap terkena imbas kenaikan harga premi ini, karena umumnya mereka berbagi risiko dengan reasuransi luar negeri.
PT Tugu Reasuransi Indonesia, misalnya, tengah berancang-ancang menaikkan harga premi reasuransi. Kemungkinan, naik di kisaran 25% - 30% pada akhir Januari 2012 nanti. “Saat ini, kami masih berhitung. Diharapkan, tidak akan lebih dari 30%, yang penting mampu menutup biaya risiko,” ujar Direktur Utama Tugu Re Moro W Budhi kepada KONTAN, Senin (9/1).
Ironisnya, Moro mengakui, kenaikan harga premi tersebut tidak akan diikuti dengan ketersediaan kapasitas penjaminan yang memadai. Bahkan, pelaku industri reasuransi internasional bakal lebih selektif dalam menutup risiko ke depan. Hal ini dikarenakan keterbatasan kapasitas masing-masing perusahaan reasuransi menengok pengalaman sebelumnya.
Misalnya, Moro mencontohkan, bencana banjir di Thailand sangat tidak disangka-sangka terjadi. Peristiwa alam ini mengakibatkan kerugian dalam jumlah besar. Tidak sedikit perusahaan reasuransi yang merugi. “Tadinya, mungkin pelaku reasuransi menghitung risikonya kecil apabila terjadi. Faktanya, kerugian yang dialami sangat besar,” imbuh dia.
Direktur Utama PT Asuransi Maipark Indonesia Frans Sahusilawane menuturkan hal serupa. Menurut dia, kenaikan dipicu oleh maraknya bencana alam yang melanda negara-negara di dunia. Malah, beberapa perusahaan reasuransi yang bekerja sama telah mengajukan kenaikan premi sekitar 15%-40% sejak akhir tahun lalu.
Karenanya, untuk menanggulangi kenaikan harga premi ini, pihaknya menawarkan metode penempatan reasuransi fakultatif alias menerima bisnis yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi, terutama khusus risiko gempa bumi mulai tahun ini. “Demi menghindari tarif yang membengkak yang diberlakukan reasuransi luar negeri, kami juga menerima reasuransi fakultatif,” pungkasnya.
Selain itu, upaya Maipark tersebut juga untuk menutupi apabila ada kekurangan kapasitas penutupan risiko untuk bencana alam dari perusahaan reasuransi luar negeri terhadap perusahaan asuransi nasional. Dengan catatan, sepanjang kapasitas penjaminan Maipark mencukupi. Jangan sampai seluruh bisnis diterima tanpa memperhitungkan risikonya.
Sebelumnya, Direktur PT Sompo Japan Insurance Indonesia Erixon Hutapea mengatakan, bencana di beberapa negara mendorong reasuransi menyesuasikan besaran harga premi. Mereka, dia menilai, akan menaikkan premi, terutama untuk penutupan risiko bencana alam, atau malah menarik diri dari bisnis ini. Kondisi ini yang mengakibatkan kapasitas reasuransi ikut berkurang.
Situasi ini bakal berimbas pada perusahaan asuransi. Maklum, perusahaan asuransi juga membutuhkan back up dari perusahaan reasuransi. “Hanya saja, saya berharap, kenaikan premi reasuransi tidak akan lebih dari 20%,” terang Erixon.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News