Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Badan Moneter Internasional (IMF) dalam kajian tahunannya terhadap ekonomi Indonesia, menekankan bahwa Indonesia harus melakukan reformasi struktural.
Deputi Senior IMF Benedict Bingham bilang, reformasi tersebut harus fokus pada hambatan struktural, yaitu: pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM), fleksibilitas pasar tenaga kerja, rasionalisasi perdagangan dan rezim investasi serta pendalaman pasar uang.
"Reformasi struktural merupakan hal penting yang harus dilakukan Indonesia. Dalam tinjauan IMF, hal itu masih menghadapi beberapa tantangan," ujar Benedict di Kantor IMF, Jakarta, Selasa (17/12).
Ia menambahkan, selama ini, Bank Indonesia telah melakukan langkah yang signifikan dalam mengambil kebijakan moneter dan membuat nilai tukar menjadi lebih fleksibel. Namun, Indonesia masih menghadapi masalah struktur, yakni turunnya harga komoditas yang menjadi mayoritas dari ekspor Indonesia.
"Di sini reformasi struktural dibutuhkan. Harga komoditas yang turun tidak dapat mengimbangi impor Indonesia. Oleh karena itu, IMF memprediksi defisit transaksi berjalan tahun depan tidak dapat ditekan hingga di bawah 3%," katanya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Indonesia harus mendiversifikasi ekspor seperti mengekspor barang-barang manufaktur. Bingham mengatakan Indonesia memiliki 45% dari tenaga kerja di ASEAN-5. Namun kontribusi ekspor non komoditas terhadap negara-negara di ASEAN-5 kurang dari 8%.
Bingham mengatakan IMF menyarankan kebijakan makro ekonomi Indonesia harus fokus pada mengurangi ketidakseimbangan, mengurangi inflasi dan meyakinkan bahwa pasar obligasi dan nilai tukar fleksibel. Kementerian Keuangan juga harus membantu BI untuk membawa ekonomi dalam masa transisi.
"Kementerian Keuangan harus berkontribusi dalam mengeluarkan kebijakan berupa pajak dan memperkuat mobilisasi," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News