kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Industri multifinance gunting target laba


Rabu, 05 Agustus 2015 / 06:50 WIB
Industri multifinance gunting target laba


Reporter: Dina Farisah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Industri pembiayaan bersikap lebih realistis menjalani tahun 2015. Setelah melewati babak pertama tahun ini, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) memangkas proyeksi laba hingga 20% pada tahun ini.

Sekretaris Jenderal APPI, Efrinal Sinaga mengungkapkan, perlambatan ekonomi mengerem laju pertumbuhan laba perusahaan pembiayaan. Ditambah lagi kenaikan rasio kredit macet alias non performing financing (NPF) ikut menggerogoti kinerja industri pembiayaan. Pada tahun lalu, industri pembiayaan mengukir laba Rp 12 triliun.

"Kalaupun di bawah tahun lalu mungkin turun sekitar 20% menjadi antara Rp 10,8 triliun sampai Rp 11 triliun," kata Efrinal, Selasa (4/8).

Ketua Umum APPI, Suwandi Wiratno mengamini jika industri multifinance melambat sebagai imbas dari sepinya pasar otomotif nasional. Lihat saja, penjualan sepeda motor sampai 30 Juni 2015 hanya 2,66 juta unit atau belum separuh dari realisasi penjualan tahun lalu yakni 7,9 juta unit.

Lalu, penjualan mobil di tahun ini diprediksi tak bisa mencapai target 1,2 juta unit. Sebab, sampai tengah tahun, jumlah mobil yang terjual hanya 527.000 unit. Alhasil, penyaluran kredit tak sekinclong tahun sebelumnya. Begitu juga dengan perolehan laba di semester pertama tahun ini stagnan ketimbang tahun lalu.

"Laba perusahaan pembiayaan per Juni 2015 baru mencapai Rp 6 triliun," kata Suwandi. Pelonggaran kebijakan uang muka yang dirilis oleh otoritas jasa keuangan (OJK) masih sulit mendongkrak penyaluran kredit karena lesunya daya beli masyarakat. Di sisi lain, tingkat suku bunga masih tinggi.

Jika nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) terus lemah, Bank Indonesia sulit menurunkan suku bunga. Padahal mayoritas nasabah kredit motor sangat sensitif terhadap angsuran. "Kalau uang muka turun, tapi cicilan mereka tetap besar, sama saja," tutur Efrinal.

Meski kondisi ekonomi sedang sulit, APPI masih menggantungkan harapan kepada pemerintah. Di semester kedua, pemerintah mulai merealisasikan proyek infrastruktur. Harapannya, belanja pemerintah ini bakal mengerek kinerja industri alat berat sehingga industri pembiayaan kecipratan untung. "Per awal Juni, dana sudah mengucur pada sektor riil," kata Suwandi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×